INDONESIA, BANPOS – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengumumkan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada tanggal 3 November 2022. Rata-rata kenaikan cukai rokok konvensional diproyeksikan 10 persen selama dua tahun ke depan.
Adapun kenaikan rata-rata untuk kelompok rokok elektrik (REL) adalah sebesar 15 persen selama 5 tahun. Merespons hal ini, asosiasi pelaku usaha rokok elektrik mengharapkan relaksasi cukai pada industri rokok elektrik.
“Kami sangat membutuhkan dukungan dan perlindungan dari pemerintah, mengingat saat ini kita semua sedang dalam kondisi pemulihan ekonomi pasca pandemi,” kata Ketua Aliansi Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo) Teguh Basuki Ari Wibowo, Selasa (22/11).
Teguh juga menekankan, industri rokok elektrik telah berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan perekonomian negara.
Ia menjelaskan bahwa industri rokok elektrik tidak hanya ikut serta dalam menambah penerimaan negara, tetapi juga telah menyerap 80 hingga 100 ribu tenaga kerja.
Walau demikian, persoalan cukai tidak hanya mengenai peningkatan tarifnya. Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rizal Taufik menyampaikan disparitas cukai dalam ragam REL merupakan salah satu persoalan penting.
Sebagai produk inovasi, REL memiliki banyak turunan produk yang saat ini masih dibeda-bedakan dari sisi penetapan tarif, misalnya pada vape sistem terbuka dan tertutup.
“Memang benar disparitas cukai tiap kelompok menjadi main problem-nya. Bahkan hingga saat ini masih menjadi topik pembahasan kritis,” bebernya.
Pemerintah perlu berupaya agar penentuan cukai tidak dibeda-bedakan antar kelompok. Pemantauan secara ketat terhadap kebijakan cukai khususnya REL harus dilakukan oleh pemerintah.
Rizal menambahkan, Pemerintah juga mesti melakukan evaluasi tarif pada kelompok pengguna REL. Melalui evaluasi tersebut pemerintah dapat memastikan bahwa informasi yang dibutuhkan adalah valid dan dapat diandalkan.
Sependapat dengan Rizal, belum lama ini Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fajar Mukti menuliskan opininya bertajuk “Persaingan Usaha Sehat Inovasi Produk Tembakau”, yang menyorot potensi monopoli bisnis akibat adanya perbedaan pengelompokan cukai.
Discussion about this post