JAKARTA, BANPOS – Anggota Komisi III Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) I Wayan Sudirta mengingatkan urgensi pengesahan RUU KUHP, saat rapat Komisi III DPR RI dengan Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Selasa (9/11).
“RUU inisiatif pemerintah ini telah Prolegnas dan RUU Prioritas di tahun 2022. Mengawali pandangan saya ini, saya ingin memaparkan sedikit terkait dengan RUU KUHP yang juga merupakan “RUU operan” atau carry over dari Periode DPR 2014-2019 dan telah bergulir sejak lama dan melibatkan para ahli hukum pidana,” ujarnya.
Para perancang asli naskah RUU KUHP ini bahkan sudah banyak yang telah tiada dan meninggalkan legacy yakni hasil pemikiran, kajian, dan penelitian terhadap perkembangan hukum pidana nasional.
Sudirta menjelaskan, sedikit banyak mengikuti perkembangan RUU KUHP ini, yang pada tahun 2012, untuk pertama kalinya diserahkan Pemerintah kepada DPR bersama dengan RUU KUHAP.
Namun pada periode tersebut, kedua RUU tidak dapat terselesaikan. Selanjutnya, agenda untuk mereformasi Hukum Pidana Nasional ini terus berjalan dan kebijakannya pada saat itu adalah memprioritaskan penyelesaian pembahasan hukum pidana materiil sebelum mereformasi hukum pidana formil.
Maka dimulai secara khusus pada tahun 2015, pembahasan RUU KUHP dimulai di Komisi III DPR RI bersama Pemerintah.
Dari seluruh data dan agenda, Sudirta melihat bahwa pembahasan RUU KUHP pada periode 2014-2019 dilakukan secara serius, terus menerus, dan intens; artinya dilakukan dengan komitmen penuh dan melibatkan seluruh pihak dengan satu tujuan yang sama.
Yakni, untuk dapat melahirkan RUU KUHP yang berkualitas, progresif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam proses yang ada, ia juga telah melihat bahwa RUU KUHP sudah melibatkan banyak ahli hukum pidana, aparat penegak hukum dan peradilan, pihak masyarakat, maupun seluruh perwakilan dan ahli di bidang lainnya.
Termasuk Proofreader (yang dalam hal ini melakukan analisa gramatikal terhadap naskah RUU KUHP, khususnya pada bahasa teknis hukum).
Namun pada penghujung pengesahannya di tahun 2019, banyak pihak yang kemudian mempertanyakan dan memperdebatkan beberapa isi pasal yang dianggap “krusial” sehingga pengesahannya ditunda dan diputuskan untuk disahkan di DPR Periode 2019-2024.
Discussion about this post