MESIR, BANPOS – PT PLN (Persero) mulai mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) secara bertahap. Ini merupakan salah satu upaya PLN mengakselerasi pengurangan emisi karbon dunia dengan mengurangi penggunaan energi fosil.
Namun, dalam masa transisi energi, PLN menggunakan teknologi co-firing di PLTU sebagai upaya menekan penggunaan batu bara.
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi menjelaskan saat ini PLN telah mengimplementasikan teknologi co-firing di 33 PLTU.
Sedangkan pada dua sampai tiga tahun mendatang, PLN akan menambah lagi teknologi co-firing ini di 48 PLTU. Evy menuturkan, teknologi co-firing ini dilakukan PLN tak sekedar mengurangi emisi.
Melalui pemberdayaan masyarakat, teknologi co-firing ini juga mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dalam penanaman tanaman biomassa. Bahkan ada pula yang mengelola sampah rumah tangga wilayahnya untuk dijadikan pelet untuk bahan baku co-firing, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat.
“Hingga saat ini, PLN sudah bisa memproduksi 653 GWh energi bersih yang dihasilkan dari biomassa, sehingga melalui teknologi ini PLN mampu mereduksi emisi karbon hingga 656 ribu ton CO2,” ujar Evy dalam gelaran Konferensi Perubahan Iklim (COP 27) di Sharm El Sheikh, Mesir, Minggu (6/11).
Dalam satu tahun, PLN membutuhkan 10 juta ton biomassa untuk bisa mengimplementasikan teknologi ini di PLTU.
Jumlah ini setara dengan 12 persen komposisi biomassa pada satu PLTU. Harapannya, dengan langkah ini PLN bisa menurunkan emisi karbon hingga 1,1 juta ton CO2 per tahun.
Tantangan ke depan, kata Evy adalah memastikan pasokan biomassa untuk teknologi co-firing ini tercukupi.
Untuk bisa mengamankan pasokan sejauh ini PLN telah mengantongi kesepakatan kerja sama dengan tiga BUMN, yaitu PT Perhutani, PT Perkebunan Nusantara dan PT Sang Hyang Seri.
“Kami juga bekerja sama dengan seluruh Pemerintah Daerah untuk bisa mengolah sampah kota untuk menjadi jumputan sehingga bisa menjadi bahan baku biomassa,” ujar Evy.
Discussion about this post