LEBAK, BANPOS – Puluhan Mahasiswa yang berasal dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi(STIE) Latansa Mashiro menggelar aksi demonstrasi di halaman kampus.
Aksi tersebut digelar lantaran massa aksi kecewa terhadap pihak Lembaga STIE yang diduga tidak menjalankan demokrasi saat penetapan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIE Latansa Mashiro periode 2022-2023.
Massa aksi yang tergabung dalam aliansi mahasiswa STIE Menggugat ini menilai, Komisi Pemilihan Umum Kampus (KPUK) Latansa Mashiro telah mengeluarkan keputusan yang tidak demokratis, terkait penetapan ketua dan wakil ketua BEM tanpa adanya proses pemilihan secara langsung.
Koordinator aksi, Fahmi mengatakan, Perguruan Tinggi adalah miniatur state yang harus bisa menduplikasikan tatanan dan tata cara bernegara sesuai dengan konstitusi yang berlaku.
“Kalau dari kampus saja demokrasi sudah dipermainkan, maka tak heran jika kedepannya para sarjana tidak bernegara dengan baik,” kata Fahmi kepada BANPOS, Selasa (25/10).
Fahmi menjelaskan, pihaknya menilai bahwa kontestasi pemilihan ketua BEM tahun ini, dalam penetapan menjadi ketua dan wakil ketua BEM tidak melibatkan suara mahasiswa, ini lah yang menyebabkan banyaknya mahasiswa yang kecewa dengan sikap lembaga dalam menetapkan ketua dan wakil ketua BEM.
“Saya rasa KPUK adalah unsur paling penting dalam pelaksanaan pesta demokrasi mahasiswa seperti pemilihan ketua dan wakil ketua BEM, sehingga harus adanya keterbukaan oleh lembaga yang disampaikan kepada kosma lalu kosma menyampaikan kepada para mahasiswa, namun hal itu tidak terjadi diruang lingkup kampus STIE Latansa Mashiro,” jelas Fahmi.
Menurutnya, pihak KPUK La Tansa Mashiro tidak konsisten dengan timeline yang sudah mereka buat, mereka selalu berdalih karena hanya ada satu Paslon yang lolos verifikasi maka dari itu mereka langsung menetapkan Paslon tersebut menjadi ketua dan wakil ketua BEM. Padahal kita tau walaupun hanya ada satu Paslon yang lolos ketua KPUK dan lembaga tidak berhak langsung menetapkan tanpa adanya pemilihan langsung.
”KPUK La Tansa Mashiro seperti tidak paham akan mekanisme demokrasi, seharusnya jika hanya ada satu Paslon yang lolos verifikasi kontestasi pemilu harus tetap dilaksanakan” ujarnya.
Ia menerangkan, sebagai contoh ketika tahun 2019 adanya pilkada di Kabupaten Lebak, saat itu hanya ada calon yang lolos, dan tidak ada lawan. Tetapi KPU Lebak tidak langsung menetapkan bahwa mereka otomatis akan menjadi bupati Lebak, mereka tetap melakukan pemilihan dengan melawan kertas kosong.
“Kita ingat pilkada 2019 saat itu hanya ada satu Paslon yang lolos tetap KPU Lebak tetap melaksanakan pemilihan, sedangkan di kampus STIE La Tansa Mashiro tidak seperti itu, Pihak KPUK STIE La Tansa Mashiro langsung menetapkan Paslon yang lolos dengan dalih hanya ada satu Paslon. tentu kami sebagai mahasiswa sangat kecewa dengan keputusan yang dikeluarkan oleh KPUK STIE La Tansa Mashiro,” tutur Fahmi.
Kami berharap, ketua KPUK STIE La Tansa Mashiro bisa mengkaji ulang keputusan yang sudah ditetapkan dan tetap melaksanakan pencoblosan yang sudah dijadwalkan, walaupun hanya melawan kotak suara kosong,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua STIE Latansa Mashiro, Zakiyya Tunnufus, enggan memberikan tanggapan terkait aksi demonstrasi tersebut.
“Mohon maaf tidak ada komentar,” singkatnya saat dihubungi BANPOS.(MG-01/PBN)
Discussion about this post