SERANG, BANPOS – Warga Desa Catang, Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang, yang lahannya terdampak pembangunan tol Serang-Panimbang (Serpan), menuntut agar duit pembebasan lahan yang menjadi hak mereka dengan total sebesar lebih dari Rp2 miliar, dapat segera diberikan. Sebab, sudah dua tahun lamanya mereka menunggu pembayaran ganti rugi lahan tersebut.
Diketahui, belasan warga Catang yang merupakan pemilik lahan terdampak, hingga saat ini masih belum mendapatkan uang ganti rugi dari Kementerian PUPR selaku pihak yang membangun. Padahal, pengadilan sudah memutuskan bahwa Kementerian PUPR harus membayarkan ganti rugi.
Kuasa Hukum 11 warga pemilik lahan terdampak, Ridwan Kusnandar, mengatakan bahwa para pemilik lahan yang terkena proyek Tol Serang – Panimbang sudah dua tahun menunggu. Mereka menunggu pembayaran ganti rugi sejak tahun 2019.
“Saya mewakili 11 warga Catang yang tanahnya terkena proyek Tol Serang – Panimbang. Luas tanahnya bervariasi, dari 500 hingga 1.500 meter persegi,” ujar Ridwan kepada awak media, Rabu (27/7).
Ia menjelaskan, asal mula belum dibayarkan hak 11 kliennya, bermula dari nilai yang dibayarkan tidak sesuai dengan nilai yang dibayarkan kepada pemilik lahan lainnya. Lalu, klien dirinya melakukan gugatan terhadap Kementerian PUPR ke Pengadilan Negeri Serang.
“Bahwa atas gugatan kami tersebut, Alhamdulillah dikabulkan oleh majelis yang memeriksa perkara, dimana diputuskan besaran ganti rugi yang harus kami terima sebesar Rp250 ribu per meter,” tutur Ridwan.
Akan tetapi, Kementerian PUPR, tepatnya Dirjen Bina Marga Direktorat Jalan Bebas Hambatan, Perkotaan dan Fasilitas Wilayah I, mengajukan Banding atas Putusan Pengadilan Negeri Serang tersebut.
Dikarenakan proyek Pembangunan Jalan Tol Serang – Panimbang menjadi prioritas utama dan harus segera diselesaikan pembangunannya, maka dengan difasilitasi oleh Pemkab Serang, pihaknya pun melakukan musyawarah dengan Kementerian PUPR.
“Bahwa atas musyawarah tersebut ada kesepakatan – kesepakatan antara kami dengan Kementerian PUPR, Qq Dirjen Bina Marga, Qq Direktorat Jalan Bebas Hambatan, Perkotaan dan Fasilitas Wilayah I, Qq Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Tanah Pembangunan Jalan Tol Serang – Panimbang,” tuturnya.
Kesepakatan – kesepakatan tersebut yakni warga mengizinkan dan tidak akan menghalangi Kementerian PUPR, untuk melakukan pekerjaan pembangunan jalan tol di atas tanah dan sawah milik warga, yang tanahnya terkena proyek jalan tol tersebut.
“Atas uang konsinyasi yang telah dititipkan pada Pengadilan Negeri Serang statusnya sebagai uang muka (DP) dan boleh diambil oleh warga yang tanah atau sawahnya terkena proyek jalan tol Serang – Panimbang tersebut. Besaran nilai ganti rugi tetap berdasarkan hasil putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” tegas Ridwan.
Ridwan menjelaskan bahwa setelah musyawarah tersebut, proyek jalan tol dilanjutkan dengan lancar tidak ada gangguan atau tidak ada yang menghalangi sampai proyek jalan tol tersebut telah diresmikan oleh Presiden.
Meski sudah terjadi kesepakatan melalui musyawarah, banding yang dilakukan oleh Kementerian PUPR terkait besaran ganti rugi terus berlanjut. Pada 29 September 2020, Pengadilan Tinggi Banten memutus besaran nilai ganti rugi sebesar Rp250 ribu per meter. Hal itu memperkuat keputusan yang diambil oleh Pengadilan Negeri Serang.
Hingga akhirnya, Kementerian PUPR mengambil langkah kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang disampaikan oleh Kementerian PUPR. Sehingga menurut Ridwan, besaran ganti rugi sebesar RP250 ribu per meter, telah memiliki kekuatan hukum tetap.
“Berdasarkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap tersebut, kami menyampaikan surat kepada Kementerian PUPR tertanggal 27 Mei 2022 untuk segera membayar ganti rugi berdasarkan putusan pengadilan tersebut,” tandasnya.(DZH/PBN)
Discussion about this post