SERANG, BANPOS – Pengamat ekonomi Untirta, Agus David Ramdansyah, menilai kerugian yang saat ini masih dialami Bank Banten harus dipahami secara komprehensif. Terutama pada aspek masa lalunya.tidak boleh dipukul rata karena hal itu tidak fair.
Menurut Agus yang memiliki gelar Ph.D itu, saat Bank Pundi diakuisisi Pemprov Banten melalui PT Banten Global development, menjadi Bank Banten tahun 2016 lalu, posisi NPL (kredit macet) sebesar 48 persen dengan kondisi Capital Cost Ratio (kecukupan modal) sebesar 13 persen. Total kerugian mencapai Rp405 miliar.
“Oleh manajemen lama (periode 2016-2020) disiasati dengan menyalurkan kredit dan DPK (Dana Pihak Ketiga). Sayangnya langkah ini justru mengakibatkan penambahan NPL sekitar Rp400 miliar diakhir tahun 2019,” kata lulusan Fu Jen Catholic University, Taiwan.
Dalam komdisi itu, lanjut dia, profitabilitas tertekan, modal bank tergerus, menyeret Capital Cost Ratio ke level 9 persen dari ambang batas minimum sebesar 11 persen hingga tahun tahun 2020. Bank Banten pun mengalami kesulitan likuiditas, DPK turun drastis.
“Nasabah, termasuk Pemerintah provinsi menarik dana simpanannya. Loan to Deposit Ratio meningkat hingga 146 persen. OJK kemudian menetapkan Bank Banten sebagai bank dalam pengawasan khusus. Aktivitas kredit yang diberikan dihentikan sementara, kerugian Bank Banten pada tahun 2020 mencapai 308 miliar,” ungkap dia.
Untuk menanggulangi kerugian yang begitu besar, terang dia, dilakukan amortisasi (perpanjangan pembayaran hutang) sebesar Rp1 triliun yang berdampak kepada manajemen baru yang diangkat pada RUPS bulan Maret 2021 untuk mengalokasikan pembayarannya.
Menurut Agus, apa yang dilakukan oleh manajemen baru ini sudah tepat, yakni fokus pada kinerja. Menurutnya, hal ini membuahkan hasil. Sejak Maret 2021 pendapatan operasional, dan pendapatan fee Based income meningkat cukup signifikan.
“Di triwulan satu, mencapai Rp4 miliar dan diakhir tahun 2021, meningkat Rp40 miliar. Dari sisi pendapatan bunga, pada saat Bank Banten diserahkan kepada manajemen baru, di triwulan pertama hanya Rp46 miliar kemudian berhasil ditingkatkan menjadi Rp310 miliar,” paparnya
Discussion about this post