Penanganan Covid-19 di Tanah Air terus membaik. Berkahnya, Lebaran tahun ini, masyarakat diperbolehkan mudik. Lewat mudik, diyakini ekonomi rakyat di bawah akan semakin bergerak.
Akselerasi ‘gas dan rem’ ala Indonesia dalam menangani pandemi berlanjut. Terbaru, Pemerintah mencabut larangan mudik Lebaran yang sudah berlaku sejak dua tahun lalu. Pelonggaran ini tentu akan dimanfaatkan masyarakat untuk ramai-ramai pulang kampung, meski untuk itu, mereka harus memenuhi persyaratan berupa vaksinasi hingga booster dan menjaga prosedur kesehatan.
Survei yang dilakukan Kementerian Perhubungan akhir Maret lalu, menunjukkan, 85,5 juta orang akan mudik Lebaran nanti.
Menanggapi keputusan dibolehkannya mudik ini, Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) Jend Pol (Purn) Budi Gunawan mengatakan, kebijakan pelonggaran yang diberikan Pemerintah saat ini merupakan hasil assesmen yang cermat. Pemerintah mempertimbangkan semua aspek, termasuk kebutuhan sosial budaya masyarakat, pemulihan ekonomi, dan tentunya kesehatan serta keselamatan warga negara.
“Semua data kita lihat, semua kepentingan dipertimbangkan. Pada dasarnya, Pemerintah tidak pernah ingin menghambat mobilitas dan interaksi sosial masyarakat, apalagi ini menyangkut perayaan keagamaan. Hasil assesmen kita, risikonya terukur dan bisa dimitigasi,” papar Kabin yang juga Guru Besar Sekolah Intelijen Negara (STIN) ini, di Jakarta, kemarin.
Budi Gunawan menekankan, strategi pengendalian pandemi yang diambil Indonesia memang berbeda di banding negara lain. Sejak awal, Presiden Jokowi meminta tidak ada lock-down total. Aspek kesehatan dan keselamatan warga diutamakan tanpa mengorbankan aspek ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Gas dan rem antara intervensi kesehatan (health interventions) dan geliat ekonomi, terus diakselerasi agar tetap seimbang.
“Terbukti, strategi ini tepat. Berbagai indikator penanganan pandemi terus membaik, pemulihan ekonomi juga berjalan lebih cepat dibanding banyak negara,” lanjut Budi Gunawan.
Kepala BIN mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 3,69% pada 2021, meningkat signifikan di banding tahun 2020 yang terkontraksi 2,07%. Indikator lainnya juga menunjukkan tren pemulihan yang solid, mulai dari neraca pedagangan yang terus positif, nilai tukar Rupiah yang stabil, hingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa: 7.200 di akhir perdagangan pekan lalu.Saat ini, lanjut Budi Gunawan, memang ada ancaman inflasi sebagai dampak konflik Rusia-Ukraina yang mendorong kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok. Ini memaksa semua negara, termasuk Indonesia, melakukan adaptasi.
Discussion about this post