SERANG, BANPOS- Petinggi PT Agrobisnis Banten Mandiri (ABM) mengeluhkan kondisi pandemi Covid-19 ini. Hal ini dianggap aneh oleh berbagai kalangan di Provinsi Banten.
Pegiat Anti Korupsi, Uday Suhada, Minggu (17/10) mengaku heran dengan sikap jajaran Direksi PT ABM, yang mengkambinghitamkan pandemi Covid-19 dibalik kerugian perusahaannya.
Uday mengingatkan direksi dan komisaris PT ABM bahwa yang dijadikan modal untuk menjalankan BUMD milik Pemprov Banten itu adalah uang rakyat.
“Jadi semua dana atau modal itu harus dipertanggungjawabkan. Alasan apapun dan sekecil apapun, uang rakyat harus dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Uday berpendapat, pokok masalah BUMD itu selalu merugi adalah terletak pada manajemennya yang tidak profesional.
“Kalau kucuran modal itu sekedar untuk gaji dan fasilitas komisaris, direksi dan karyawan, itu untuk apa? Mending bubarkan saja BUMD itu,” ungkapnya.
Kata dia, uang sebanyak itu akan lebih bermanfaat jika dialokasikan untuk membangun rumah warga yang tidak layak huni, dan membiayai rakyat miskin yang tak mampu berobat.
“Gimana mau untung, core business-nya saja nggak jelas. Ini aneh, ko’ ada BUMD yang dibentuk tidak diawali dengan perencanaan yang matang. Jangan asal bentuk, dan terkesan hanya jadi lembaga untuk menempatkan orang-orang yang dekat dengan kekuasaan,” bebernya.
Senada disampaikan Akademisi Untirta, Ikhsan Ahmad. Pihaknya menyarankan pengelolaan PT ABM sebaiknya diserahkan ke pengusaha keturunan di Pasar Lama, Kota Serang dan pengelola ABM belajar dulu.
“Karena keberadaan ABM menurut saya baru pada kebutuhan prestise atau gengsi Pemprov Banten untuk memiliki BUMD, seperti daerah lain,” sindirnya.
Menurut Ikhsan Ahmad, kerugian pasti tak bisa dihindarkan PT ABM, karena memang terlihat jelas ada kelemahan pada perencanaan bisnis dan kepentingan bisnis yang belum terintegrasi dengan kepentingan politik.
“Bisnis bukan saja membutuhkan legitimasi akademik, tetapi juga mesti memperhatikan kemampuan seni berstrategi dan seni berintegrasi. Jangan jadikan BUMD sebagai lahan untuk mencari kerja. Indikator ini kan bisa dilihat dari habisnya biaya hanya untuk operasional dan gaji,” pungkas Ikhsan.
Discussion about this post