PERILAKU Korupsi masih terus menghantui perjalanan Provinsi Banten. Hingga usianya yang ke-21 tahun, kasus-kasus korupsi masih saja mencuat. Modus dan perilakunya sama, hanya actor-aktornya saja yang berganti. Soal transparansi dan etos kerja aparatur pemerintahan di Pemprov Banten terus mendapat sorotan.
Direktur Visi integritas, Ade Irawan menyebut bahwa pembentukan sebuah daerah memiliki tujuan akhir yaitu untuk kesejahteraan masyarakat. Begitupun dengan pembentukan Provinsi Banten, adanya desentralisasi supaya pelayanan semakin bagus, cepat, dan prima.
“Kalau dilihat sampai kondisi sekarang, long we to go, masih agak jauh. Yang tejadi sampai saat ini masih banyak praktik korupsi,” ujarnya.
Ia mengatakan, apabila melihat di beberapa kasus terakhir korupsi di Banten, hampir sama kasus-kasusnya, lokusnya, polanya, seperti tahun kepemimpinan sebelumnya. Hanya saja, aktornya yang berganti.
“Yang disasar adalah program yang ada kaitannya langsung dengan masyarakat. Memang semua program itu berkaitan dengan masyarakat, seperti hibah bansos, masker, infrastruktur dan lain sebagainya. Semua itu adalah kasus-kasus yang berulang,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Ade mengaku hal itu sangat memprihatikan. Sehingga, ketika melihat kasus-kasus sebelumnya yang melibatkan kombinasi birokrasi dan perusahaan serta petinggi daerah, seharusnya sudah bisa diantisipasi pada kepemimpinan saat ini.
“Tapi ternyata masih terjadi hingga sekarang, dan hal ini sangat disayangkan. Kalau korupsi masih saja terjadi, agak berat bagi kita untuk mencapai tujuan awal terbentuknya Provinsi Banten yaitu mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.
Ia menjelaskan, jika melihat beberapa indikator yang dipublikasi berbagai lembaga, misalnya BPS. Menurutnya, dalam data yang disajikan seperti tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, masih belum menggembirakan.
“Saya kira, korupsi punya pengaruh besar terhadap masalah-masalah tersebut. Karena mustinya, uang daerah adalah uang masyarakat yang dipakai untuk kesejahteraan masyarakat. Tapi karena disalahgunakan, sehingga akhirnya masyarakat tidak dapat apa-apa, program-program yang digulirkan pun tidak sesuai dengan tujuan,” jelasnya.
Menurutnya, Banten yang ingin maju, sejahtera, syarat utamanya adalah lawan korupsi. Apabila ingin melawan korupsi, harus dimulai dari kepemimpinan, dari riset manapun memperlihatkan itu.
“Ketika pimpinannya punya komitmen, keseriusan, InsyaAllah yang dibawahnya pun jajaran birokrasi akan ikut (tidak korupsi),” tuturnya.
Kalau lihat Banten, kata dia, dari lokusnya, bicara soal dugaan korupsi ada pada dua sektor yaitu pendapatan dan pengeluaran. Sektor pendapatan memang tidak banyak terekspos, karena jauh lebih tertutup.
“Tapi kalau di sektor belanja, banyak (terekspos) seperti infrastruktur terakhir pengadaan lahan. Kemudian program bantuan sosial, beberapa terkahir masker dan sebagainya,” katanya.
Ia mengungkapkan, apabila lihat polanya, berputar di dua sektor yaitu pendidikan dan kesehatan, dan sebagian infrastruktur di dua sektor itu. Karena anggarannya cukup besar di dua sektor tersebut, sama seperti daerah-daerah lain sebagian besar anggaran dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa.
“Maka kemudian temuan-temuannya lebih banyak di sektor itu. Saya kira yang menjadi salah satu ciri khas seperti Banten, (korupsi) di bantuan hibah dan bantuan sosial yang pernah terjadi di tahun 2011, muncul lagi,” terangnya.
Disisi yang sama, ia menyebut bahwa pola yang dilakukan sama bar-barnya, sehingga sangat memprihatikan. Semestinya, hal itu sudah bisa dimitigasi jika pemerintah serius.
“Polanya tidak jauh berbeda. Praktik-praktik semacam ini sudah bisa dimitigasi, cuma kan ini tidak cukup mendapat perhatian, bahkan malah diulangi,” katanya.
Di usia 21 tahun Banten, ia menegaskan bahwa Pemprov harus ada keseriusan dalam menghapus korupsi, bukan hanya selesai di verbal. Keseriusan sangat mudah dapat diperlihatkan, pertama dengan mengecek titik-titik rawan apa saja terkait dengan titik rawan praktik korupsi di Banten.
“Ketika sudah tahu titik rawannya, dimitigasi. Cara mitigasinya kan banyak, bisa dengan membuat terbuka titik-titik rawan tadi, lalu melibatkan banyak pihak untuk mengawasi,” ujarnya.
Keseriusan lainnya yang bisa diperlihatkan dalam menghapus koruptif bisa dilakukan melalui faktor kepemimpinan. Kepemimpinan harus bersih terlebih dahulu, sehingga ke bawahnya pun paling tidak akan berpikir berapa kali apabila ingin melakukan praktik korupsi, ada rasa takut ketahuan, dipantau.
“Jadi ada komitmen di pimpinan, tidak selesai di verbal, bentuk komitmennya ditunjukkan dengan apa, peta titik rawan korupsi, mitigasi, membuka ruang untuk mengawasi, dan akuntabel, misalnya membuat pertanggungjawaban kepada publik,” terangnya.
Ade Irawan menegaskan, yang harus diingat oleh pemerintah atau birokrasi bahwa uang yang dikelola adalah bukan uang mereka, yang mereka kelola adalah uang rakyat. Sehingga rakyat harus tahu uangnya dipakai untuk apa saja, dipakai untuk siapa saja, apakah uangnya dipakai untuk kepentingan rakyat, atau dipakai untuk kepentingan mereka.
“Makanya ini butuh akuntabilitas. Akuntabilitas tidak akan muncul kalau memang pimpinannya tidak komitmen,” tegasnya.
Ketika pimpinan tidak komitmen, tidak serius, maka tidak ada kepentingan untuk membuka titik rawan korupsi p. Karena apabila membuka titik rawan, artinya terbuka juga penggelapan mereka.
“Sejalan, walaupun disisi lain masyarakat dan media turut melakukan pengawasan. Intinya disini adalah sektor pimpinan,” tandasnya.
Discussion about this post