Jumlah pelanggan sekitar 17.070.496 atau sekitar 17 persen dari total rumah tangga di Indonesia (99,55 rumah tangga). Jumlah rumah tangga yang menikmati air bersih masih relatif kecil. Masalah utama yang dihadapi PDAM antara lain: Pertama, penyediaan sumber air baku, terutama di Kota Besar. Kedua, infrastruktur perpipaan (telah berusia 50-100 tahun). Ketiga, keterbatasan pembiayaan. Keempat, kebocoran air di beberapa tempat ada yang sampai 36 persen, jauh melampaui batas ambang 25 persen. Apa yang perlu dilakukan untuk meningkatakan jumlah rumah tangga di Indonesia dapat menikmati air minum yang bersih dan memenuhi syarat kesehatan? Ekspansi pelayanan PDAM yang berkualitas dibutuhkan payung hukum yang jelas, pembiayaan yang besar, dan teknologi maju yang teruji. Sebagai “best practice” mungkin apa yang dilakukan Pemda Jakarta dapat menjadi komparasi bahkan referensi. Pemda Jakarta dalam rangka percepatan peningkatan cakupan Layanan Air Minum sudah mempunyai Payung Hukum: Peraturan Gubernur Nomor 7 Tahun 2022 yang dibuat era Gubernur Anies Baswedan. Hasilnya? Menurut Laporan Data PAM Jaya yang dimuat Media 12 Febuari 2025: Per tahun 2024, PAM Jaya telah memperluas cakupan layanan Air Siap Minum melalui jaringan perpipaan. Tidak kurang 70,29 persen wilayah Jakarta sudah dapat diairi. Bahkan PAM Jaya berhasil melakukan penambahan sambungan rumah (SR) 46196 pada tahun 2024. Capaian yang cukup besar dalam rentang waktu 1 tahun. Total SR Jakarta telah mencapai 958.000. Sedangkan panjang pipa keseluruhan pelosok Jakarta telah menyentuh angka 12.202 km. Capaian ini berhasil karena ada kerja kolektif semua pihak termasuk dengan pihak swasta dengan payung hukum yang jelas serta polticall will yang besar.
Untuk meningkatkan kontribusi BUMD bagi Pemerintah Daerah terutama peningkatan kontribusi PAD dan pelayanan publik seperti penyediaan air minum yang memenuhi persyaratan kesehatan, mungkin catatan berikut ini dapat dipertimbangkan:
Pertama: menurut laporan Asian Post Research, laba seluruh BUMD pada tahun 2023 sebesar Rp 24,39 triliun. Itu artinya relatif sama dengan laba hanya satu perusahaan batu bara swasta di Kalimantan Timur. Banyak masalah yang dihadapi BUMD saat ini: mulai dari kurangnya tenaga profesional, bahkan banyak diisi oleh eks Tim Sukses Kepala Daerah. Jumlah komisaris jauh lebih banyak dari direksi (direksi 1911 orang sedangkan komisaris 1993): ini memang aneh dan mungkin satu-satunya format komisaris dan direksi perusahaan di dunia. Walaupun jumlah komisaris lebih banyak, pengawasan tata kelola BUMD juga belum berjalan dengan baik. Ke depan, tidak terelakkan: perbaikan tata kelola harus dilakukan dan managemen harus diisi orang profesional.
Discussion about this post