JAKARTA, BANPOS – Skala kerusakan plus berbagai persoalan yang sedang dihadapi Indonesia saat ini tercermin dari korupsi yang marak, terkotak-kotaknya masyarakat, gaduh yang tak berujung hingga melemahnya ketahanan ekonomi. Realitas kerusakan yang kini menjadi pekerjaan rumah Presiden Prabowo Subianto itu terjadi akibat tata kelola kekuasaan, hukum, hingga etika publik yang masih berselimutkan persoalan struktural. Dari evaluasi kritis terhadap ragam ekses praktik ketatanegaraan saat ini, menjadi nyata urgensi dan relevansi untuk amandemen ke-5 UUD NRI 1945.
Diprakarsai oleh berbagai kalangan dengan menggunakan ragam platform media sosial, informasi tentang fakta kerusakan itu tersaji setiap hari di ruang publik. Semuanya bukan rahasia karena sudah menjadi pengetahuan bersama. Ada narasi tentang tebang pilih penanganan tindak pidana hingga narasi tentang rekayasa kasus pidana. Tentu saja dibumbui dengan narasi tentang penegak hukum yang sudah tidak independen lagi.
Fakta tentang terkotak-kotaknya masyarakat pun cenderung melebar dan semakin rumit karena setiap komunitas fokus menyuarakan agenda persoalan masing-masing. Semuanya adalah residu politik dari Pemilihan Umum 2024. Ada komunitas yang menyoal aspek etika dan moral segelintir elite. Komunitas lain menyoal kapabilitas dan kompetensi sosok-sosok pemimpin publik. Dinamikanya memuncak dan memasuki zona sangat sensitif ketika komunitas purnawirawan militer menyuarakan aspirasi mereka ke DPR tentang urgensi penguatan kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Persoalan bersama yang dihadapi segenap elemen bangsa terasa menjadi sangat pelik ketika harus pula menyoal faktor melemahnya kinerja perekonomian nasional dengan segala eksesnya. Fakta ini tak boleh luput dari perhatian. Tidak sedikit bisnis atau usaha skala besar, menengah maupun skala kecil telah bangkrut akibat serbuan produk impor maupun faktor melemahnya konsumsi masyarakat. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berkelanjutan tak terhindarkan. Per Februari 2025, total pengangguran di dalam negeri tercatat 7,28 juta orang. Jumlah rielnya dipastikan lebih besar karena angkatan kerja baru yang masuk pasar kerja per tahunnya rata-rata dua hingga tiga juta.
Discussion about this post