Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Provinsi Banten memberikan peringatan keras kepada pihak sekolah dan pelaku kekerasan seksual yang kerap menggunakan jalur damai untuk menyelesaikan persoalan pelecehan di sekolah.
Ketua Komnas PA Banten, Hendry Gunawan, menegaskan bahwa jika ada pihak yang menghalangi penanganan kasus kekerasan seksual, bahkan pihak sekolah sekalipun, hal ini merupakan wujud dari pelanggaran hukum yang tidak bisa dibiarkan.
“Sekolah menghalang-halangi berarti ada yang dilanggar proses penyelidikan dan penyidikan,” tegas Hendry saat dimintai tanggapan terkait kasus viral di SMAN 4 Kota Serang.
Komnas PA Banten juga menegaskan bahwa kasus kekerasan seksual, terutama dengan pelaku dewasa, tidak bisa diselesaikan melalui mediasi atau restorative justice.
Mengacu pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), upaya mendamaikan justru berbahaya.
E-Paper BANPOS Terbaru
“Korban akan merasa kasus tersebut dibenarkan oleh sekolah,” jelas Hendry.
Sekolah Jangan Halang-halangi Pengungkapan kasus
Ia menuntut keseriusan penuh dari pihak sekolah. Gunawan memperingatkan agar tidak sampai keluarga korban melaporkan sekolah karena upaya menghalangi proses hukum.
“Kalau sekolah berusaha menghalangi berarti pihak sekolah menghalangi proses hukum,” katanya.
Ia menekankan bahwa tindakan sekolah yang melindungi pelaku alih-alih korban adalah hal yang tidak dapat diterima.
Hendry Gunawan mengingatkan bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang diatur ketat oleh undang-undang.
Berdasarkan UU TPKS, pelaku yang berasal dari lingkungan yang seharusnya melindungi korban, seperti guru, orang tua, atau orang terdekat lainnya, akan mendapatkan tambahan sepertiga dari ancaman hukuman terberat.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa jika korban lebih dari satu orang, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 membuka kemungkinan ancaman hukuman hingga kebiri kimia.
“Termasuk mengumumkan nama pelaku ke publik ada dalam PP 70,” imbuhnya.
Gunawan menegaskan bahwa sekolah tidak boleh menganggap remeh kasus kekerasan seksual ini. Mengingat sekolah adalah “rumah kedua” bagi anak-anak, seharusnya sekolah menjadi garda terdepan dalam melindungi korban, bukan malah melindungi pelaku.
Discussion about this post