Menurutnya, membangun pabrik di AS justru bertentangan dengan semangat industrialisasi Pemerintah. Mengingat, Indonesia butuh lebih banyak sektor padat karya.
“Kalau swastanya disuruh investasi industri manufaktur ke Amerika, sudah mahal biaya operasionalnya, investasinya mahal, regulasinya ketat. Selain itu, dampak berganda pada ekonomi Indonesia terbatas,” ulas Bhima, saat dihubungi Rakyat Merdeka, Rabu malam (9/7/2025).
Lagipula, kata dia, belum tentu Indonesia dapat pengurangan tarif setelah berinvestasi dan membangun pabrik di AS. Sebab, alasan awal Trump mematok tarif untuk Indonesia untuk menyeimbangkan neraca perdagangannya.
“Sekarang kok jadi investasi. Jangan semua keinginan Trump dituruti juga. Kita sudah Rp 250-an triliun komitmen untuk melakukan importasi energi dari Amerika, itu masih dikenakan tarif resiprokal 32 persen,” pungkasnya. ( RM.ID)
Discussion about this post