JAKARTA, BANPOS – Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Kelas 1A Khusus akan menggelar sidang kasus dugaan korupsi importasi gula atas nama terdakwa mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Rabu (9/7/2025).
“Agenda sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) oleh terdakwa dan penasihat hukumnya,” kata Juru Bicara PN Jakarta Pusat Andi Saputra melalui keterangannya, Rabu pagi.
Perkara suap yang menjerat Tom teregister dengan nomor 34/Pid.Sus- TPK/2025/PN.Jkt.Pst. Sidang dipimpin oleh ketua majelis Dennie Arsan Fatrika dengan hakim anggota I Purwanto S. Abdullah dan hakim anggota II Alfis Setiawan.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagungan) menuntut Tom dengan pidana penjara selama 7 tahun terkait perkara dugaan korupsi importasi gula tahun 2015–2016.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 7 tahun,” kata jaksa membacakan amar tuntutannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).
E-Paper BANPOS Terbaru
Selain itu, menuntut Tom untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta. Dengan ketentuan jika dia tidak membayar denda, maka dipidana selama 6 bulan kurungan.
Jaksa menyatakan, Tom terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dengan eks Direktur PT PPI Charles Sitorus dan para pengusaha industri gula swasta.
Jaksa meyakini, perbuatan korupsi Tom telah melanggar ketentuan Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Jaksa menyebut, total ada 21 surat persetujuan impor GKM yang dikeluarkan oleh Tom Lembong kepada perusahaan-perusahaan itu.
Akibatnya, menyebabkan kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan gula kristal putih (GKP) untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar, serta menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Berikutnya, Tom juga disebut memberikan izin kepada PT Angels Products untuk mengimpor GKM dan mengolahnya menjadi GKP. Padahal saat itu stok GKP dalam negeri mencukupi.
Discussion about this post