“Dulu pernah ada panitera diusulkan agar dipindah-pindah, karena tidak mungkin korupsi itu terjadi tanpa melalui panitera, hampir tidak mungkin. Mungkin saja ada, tapi biasanya panitera tahu, sekurang-kurangnya ketika akan membuat pertimbangan dan vonis panitera yang buat, tahu kalau aneh, misal barang bukti tidak disebutkan atau barang bukti dibalik,” papar Mahfud.
Karenanya, eks Menko Polhukam ini menegaskan, panitera memang harus sering dikocok ulang dan terus diawasi. Selain itu, Mahfud sepakat, posisi pengacara penting dalam mencegah terjadi tindak korupsi. Meski pembinaan pengacara sebagai sebuah entitas memang sudah ada peraturan maupun kode etik.
Namun, Mahfud menambahkan, yang membuat berantakan jika ada pengacara yang melanggar lalu dikeluarkan satu organisasi advokat, dia bisa pindah ke organisasi lain. Hal itu dimungkinkan kebijakan MA, sebelum ada wadah tunggal yang resmi diakui negara berdasar Undang-Undang (UU).
“Maka, semua sekarang disumpah untuk menjadi pengacara boleh apa saja. Misalnya, Peradi itu ada berapa tuh, KAI sendiri, Peradin sendiri, dan seterusnya organisasi advokat. Nah, itu harus ditata tersendiri, tapi itu lebih banyak ke kalangan pengacaranya,” sebut Mahfud.(RM.ID)
Discussion about this post