Kemenperin juga meminta industri memanfaatkan fasilitas Local Currency Settlement (LCS) dari Bank Indonesia guna mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam transaksi internasional, khususnya dengan negara mitra yang telah menjalin kesepakatan LCS dengan Indonesia.
Di sisi lain, konflik ini memperlihatkan kerentanan rantai pasok global. Jalur strategis seperti Selat Hormuz dan Terusan Suez berisiko terganggu, sehingga banyak pengiriman harus dialihkan melalui Tanjung Harapan yang memperpanjang waktu tempuh hingga 15 hari dan menaikkan biaya kontainer hingga 200 persen.
Beberapa sektor industri terdampak serius, termasuk otomotif dan elektronik yang sangat bergantung pada komponen impor. Kelangkaan semikonduktor bahkan mencatat waktu tunggu hingga 26 minggu, berpotensi menimbulkan kerugian ekspor sebesar 500 juta dolar AS.
Industri tekstil dan alas kaki mengalami penyusutan margin hingga 7 persen, sementara sektor nikel dan baja menghadapi kerugian ekspor yang diperkirakan mencapai 1,2 miliar dolar AS akibat lonjakan biaya dan keterlambatan pengiriman.
Kondisi ini juga mempercepat tren “friend-shoring” oleh negara-negara Barat yang menghindari kawasan konflik. Meski Indonesia punya potensi sebagai pemasok utama nikel dunia—sekitar 40 persen dari kebutuhan global untuk baterai kendaraan listrik—tantangan baru muncul dari kebijakan Uni Eropa seperti Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang menambah beban kepatuhan ekspor 8–12 persen.
E-Paper BANPOS Terbaru
Di sektor pupuk, Indonesia juga terancam karena sebagian besar bahan baku pupuk berbasis NPK diimpor dari Mesir dan negara Timur Tengah lainnya. Meskipun volumenya relatif kecil, gangguan dari kawasan tersebut tetap berpotensi signifikan.
“Konflik ini jadi momentum strategis untuk mempercepat hilirisasi dan memperkuat kemandirian industri. Hilirisasi bukan hanya nilai tambah ekonomi, tapi juga soal kedaulatan energi dan pangan Indonesia,” tegas Menperin.
Pemerintah, lanjutnya, akan terus memberikan insentif, fasilitasi investasi, dan kebijakan fiskal untuk memperkuat daya saing industri nasional. Ia juga menekankan bahwa ketahanan energi dan pangan tidak hanya menjadi tugas sektor primer, tapi juga tanggung jawab sektor industri, khususnya manufaktur.