SERANG, BANPOS – Lebih dari 3 juta penduduk di Provinsi Banten yang bekerja, diketahui belum memiliki Jaminan Sosial Kesehatan Ketenagakerjaan atau BPJS Ketenagakerjaan.
Hal itu berdasarkan data yang diperoleh BANPOS dari Kantor Wilayah (Kanwil) BPJS Ketenagakerjaan Banten.
Dari data per 17 April 2025 itu, diketahui jika penduduk di Provinsi Banten yang bekerja yakni sebanyak 5,79 juta.
Namun, yang sudah terlindungi Program Jamsostek sebanyak 2,68 juta atau 46,28 persen. Sedangkan sisanya yakni 3,11 juta belum terlindungi.
Dari 5,79 juta penduduk Banten yang bekerja itu terbagi menjadi dua jenis pekerjaan yakni pekerja formal dan informal.
E-Paper BANPOS Terbaru
Dimana pekerja formal terdapat sebanyak 2,99 juta jiwa dan pekerja informal sebesar 2,80 juta jiwa.
Ditemui di kantornya, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPJS Ketenagakerjaan Banten, Eko Yuyulianda, membenarkan perihal masih banyaknya penduduk Banten yang belum memiliki BPJS Ketenagakerjaan.
Dirinya menuturkan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan masih banyaknya masyarakat Banten belum memiliki BPJS Ketenagakerjaan.
“Mungkin karena masyarakat belum tau dan memahami manfaat dan keuntungan ikut BPJS Ketenagakerjaan. Kedua, kemampuan finansial. Karena bagi sebagian orang, iuran kita cukup terjangkau, karena dimulai dari Rp16.800. Tapi bagi sebagian orang mungkin angka itu sangat berharga,” jelasnya kepada BANPOS, Rabu (11/6).
“Dua hal ini yang memang merupakan permasalahan utama,” tambahnya.
Eko menyampaikan, hingga saat ini, pihaknya terus berusaha meningkatkan baik jumlah pengguna manfaat maupun pelayanan dari BPJS Ketenagakerjaan.
Namun demikian, dia menjelaskan, dalam merangkul seluruh pekerja di Banten untuk bisa ikut andil dalam BPJS Ketenagakerjaan bukan suatu hal yang mudah. Terlebih, untuk para pekerja informal.
“Kalau pekerjaan formal yang clear dari kontek hubungan kerjanya jelas, itu kalau ada hak pekerja yang belum terpenuhi, kita ada SOP untuk melakukan upaya penegakan hukum,” jelasnya.
“Tapi kalau upaya informal, kita hanya bisa melakukan upaya persuasif,. Karena kita tidak bisa melakukan upaya yang sifatnya penegakan hukum. Karena di sektor formal itu bersifat wajib tapi kalau di sektor informal itu lebih bersifat sukarela Makanya kita tidak bisa memaksa ikut program ini,” lanjutnya.