Oleh: Iti Octavia Jayabaya
“Sangkan hirup ulah saukur hirup. Hirup kudu nyiptakeun kahirupan.” (Pepatah Banten)
Bersama dua sahabat karib, dari Jakarta kami bertiga menuju ITB di Bandung. Pagi itu, Rabu, 28 Mei 2025, di Aula Barat ITB, kami menghadiri Studium Generale bertajuk “Transmigrasi Baru, Indonesia Maju.” Mengikuti pepatah lama dari kampung halaman, “Hidup jangan sekadar hidup. Hidup harus menciptakan kehidupan.
Dalam atmosfer historis, Aula Barat ITB, sebuah momentum intelektual terukir. Studium Generale bertajuk “Transmigrasi Baru, Indonesia Maju” menjadi panggung bagi lahirnya gagasan revolusioner tentang transmigrasi yang bukan sekadar pemindahan penduduk, melainkan sebuah force—gaya perubahan sosial dan peradaban.
Iftitah Sulaiman Suryanagara, saya memanggilnya Bang If/COS membuka dengan kalimat yang menggugah: “Transmigrasi adalah force. Bukan hanya pemindahan penduduk, tapi gaya yang mendorong perubahan peradaban bangsa.” Beliau menyitir prinsip dasar fisika: W = F × S (Work = Force × Distance). Transmigrasi Baru adalah gaya tersebut—energi terarah yang mendorong perubahan konkret di kawasan-kawasan baru.
E-Paper BANPOS Terbaru
Namun gaya tanpa arah adalah energi yang hilang. Maka diperkenalkanlah kerangka 5T+ sebagai peta jalan transformasi:
Trans Tuntas – Menyelesaikan persoalan infrastruktur dan kebutuhan dasar secara menyeluruh.
Trans Lokal – Membangun di atas fondasi kearifan dan budaya lokal, Trans Karya Nusa – Mengangkat potensi daerah menjadi kekuatan ekonomi nasional,
Trans Patriot – Mengajak pemuda, akademisi, dan profesional menjadi pelaku, bukan penonton sejarah, Trans Gotong Royong – Kolaborasi lintas sektor: pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat.
Melengkapi kerangka 5T+, Bang If/Cos menanamkan kerangka strategis Ends = Ways × Means, Ends: Tujuan mulia bangsa—keadilan sosial, kesejahteraan, kedaulatan, Ways: Strategi dan inovasi sebagai jalan, Means: Sumber daya yang kita miliki—alam, manusia, dan budaya.
“Potensi tanpa gerak hanyalah energi yang membeku,” tegas Bang Iftitah. “Seperti nikel tanpa pabrik, sawit tanpa industri, atau pemuda tanpa aksi.” Video dokumenter yang ditampilkan membentangkan sejarah panjang transmigrasi, dari masa kolonial, Orde Baru, hingga hari ini. Cuplikan Singapura—negara kecil tanpa sumber daya namun maju—menjadi pukulan reflektif.