CILEGON, BANPOS – Karut-marutnya pengelolaan APBD tahun 2024 disebut pertama kali dalam sejarah Kota Cilegon, hal ini dinilai kurang matangnya perencanaan, serta kepemimpinan yang dianggap belum terbuka dalam menerima aspirasi dan evaluasi.
Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Fauzi Sanusi mengaku perihatin terhadap persoalan yang dihadapi Pemkot Cilegon.
“Perihatin. Kok bisa begitu, kaya ngga punya perencanaan aja Pemerintah Kota Cilegon. Kan biasanya kalau perencanaannya bagus tidak akan terjadi seperti itu, kalaupun ada ketidaksesuaian perencanaan dengan realisasi kan ada masa perubahan anggaran di bulan September, kenapa ngga dilakukan untuk merubah APBD tentang pendapatan dan pengeluaran, kenapa ngga dilakukan disitu,” kata Fauji kepada BANPOS, Kamis (2/1/2025).
Guru Besar FEB (Fakultas Ekonomi dan Bisnis) Untirta itu mengungkapkan bahwa ini sejarah pertama sejak Kota Cilegon berdiri dibawah kepemimpinan Walikota Helldy Agustian meninggalkan legasi (warisan) yang kurang baik untuk masyarakat Cilegon.
“Seperti honor guru madrasah 5 ribu itu banyak loh. Menyangkut hajat hidup, (para) ustad itu kualat itu,” ujarnya.
Menurutnya dari awal sebetulnya bisa di antisipasi persoalan ini, namun terlihat tidak ada evaluasi dari Pemkot Cilegon. Kemudian faktor leadership juga menjadi faktor yang terjadi defisit anggaran sehingga banyak meninggalkan permasalahan.
“Evaluasi tiap periode harus ada, evaluasi di bidang perencanaan, evaluasi di bidang pengeluaran gitu, kemudian juga faktor leadership yang perlu dibenahi. Leadership yang mampu menampung aspirasi, leadership yang mampu menampung data-data dari bawah sehingga bisa membuat keputusan yang akurat. Kalau leadership nya nggak bisa membuka diri terhadap masukan dari bawahan dengan data yang benar akan susah juga mengambil keputusannya. Berdasarkan selera pemimpinnya saja ngga bisa dong,” paparnya.
Sementara itu, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Cilegon Rahmatullah mengatakan harus ada yang bertanggung jawab atas kegaduhan ini. Dikatakan Rahmatullah, harus ada orang yang bicara, harus ada orang yang bertanggung jawab. “Dalam pemerintahan itu ada kepala daerah, ada pak sekda selaku ketua TAPD, ada Pak Kaban selaku kepala BPKPAD soal pendapatan dan aset,” ujarnya.
Discussion about this post