Bila ketentuan power wheeling disetujui maka pihak swasta diperbolehkan untuk memproduksi sekaligus menjual listrik kepada masyarakat secara langsung, bahkan dengan menyewa jaringan transmisi PLN. Keadaan ini bisa melemahkan peran negara dalam penyediaan listrik bagi masyarakat. Dampaknya, harga listrik akan ditentukan oleh mekanisme pasar.
“Seperti yang disampaikan Pak Mulyanto, listrik merupakan kebutuhan penting dan strategis bagi masyarakat, sesuai konstitusi harus dikuasai oleh negara. Jangan karena ingin tampil di kancah global, kebutuhan domestik dan national interest kedodoran,” ungkap Abrar.
Abrar juga menegaskan, soal power wheeling harusnya dihapuskan dalam RUU EBET, karena memilki nilai mudharat yang lebih besar dibanding manfaat yang akan diperoleh negara dan masyarakat. “Untuk soal power wheeling ini, sikap yang sangat bijak dan patriotik adalah dengan menghapusnya dalam RUU EBET, sehingga tidak ada lagi pembahasannya pada DPR dan pemerintahan periode mendatang, karena lebih besar mudharat dibanding manfaatnya bagi negara dan masyarakat.
Kita tegaskan kembali, SP PLN akan terus bersuara menolak power wheeling karena sangat tidak Pancasilais, bertentangan dengan norma hukum dan konstitusi yang ada. Negara justru berlaku tidak adil dengan lebih memihak swasta, memberi kesempatan kepada para pemilik modal, atau bahkan investor asing menikmati keuntungan besar, namun pada saat yang sama menghisap rakyat untuk membayar energi listrik lebih mahal. Padahal, sesuai konstitusi, kesempatan tersebut harus diberikan kepada BUMN, yang menurut konstitusi adalah pemegang hak monopoli,” tandas Abrar. (RED)
Discussion about this post