Selain alasan itu, jika mereka melanjutkan ke sekolah reguler, dikhawatirkan merasa minder, takut di
bullying oleh siswa lain, karena usianya di atas anak sekolah reguler,” imbuh Yulia.
Karenanya, untuk meringankan beban ekonomi keluarga, kata Yulia, mereka berharap pemerintah bisa
memenuhi kebutuhan perlengkapan sekolah seperti seragam, tas, buku tulis, buku bacaan serta
peralatan olahraga.
”Selain itu mereka juga berharap bantuan biaya untuk jajan, smartphone untuk menunjang
pembelajaran daring, perbaikan akses jalan menuju sekolah dan bantuan kendaraan untuk menunjang
siswa kembali sekolah,” katanya.
Sementara, Wakil Ketua PKBM Cundamanik, Iim Saripudin, merasa gembira lantaran 10 anak yang putus
sekolah itu akhirnya bersedia melanjutkan sekolah di PKBM yang dikelolanya.
Menurutnya, ia sudah terbiasa melakukan pendampingan dan proses pembelajaran bagi siswa-siswi
yang hampir putus sekolah di PKBM-nya.
”Dengan segenap rasa tanggung jawab, kami akan selalu melakukan kegiatan pembelajaran secara
konsisten bagi siswa-siswi yang mengenyam pendidikan melalui jalur PKBM yang kami kelola,” tutur Iim.
Ditambahkan Iim, di PKBM yang dikelolanya itu, sudah ada ratusan siswa yang berhasil lulus. Bahkan,
lulusannya kini banyak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan kuliah di perguruan tinggi.
”Alhamdulillah, lulusan PKBM Cundamanik ada yang sudah bekerja di sektor formal, ada juga yang
berhasil terpilih menjadi Kepala Desa,” ungkapnya bangga. (WDO/DZH)
Discussion about this post