Klaim pembebasan lahan itu dibantah oleh Ustad Pian. Menurutnya, yang terjadi adalah pengusiran yang dilakukan pada awal pemberian hak pengusahaan Pulau Sangiang kepada PT PKP. Pun dengan klaim pembebasan tanah tersebut, justru dilakukan di bawah tangan dan tidak melibatkan masyarakat Pulau Sangiang.
“Kalau kami melihatnya ada rekayasa untuk melakukan apa yang mereka lakukan pembebasan. Pada tahun 1993, masyarakat Cikoneng (daratan) secara tidak sadar sudah dipersiapkan untuk dijadikan alat untuk pembebasan tanah itu. Karena saat itu tiba-tiba sudah ada SPPT dan pembagian-pembagian lainnya, dan sudah dipersiapkan formulir untuk diisi pernyataan seolah-olah punya tanah di Pulau Sangiang. Lalu formulir itu dijual ke investor, sehingga jadilah yang tanah HGB itu,” tuturnya.
Pertarungan antara masyarakat Pulau Sangiang dengan PT PKP tak surut dimakan zaman. Bak makanan sehari-hari, konflik itu terus berkelanjutan tanpa henti setiap tahunnya. Tercatat pada kisaran tahun 2018, terungkap bahwa masyarakat Pulau Sangiang dihadapkan pada persoalan babi hutan dan hewan hama lainnya, yang meneror aktivitas mereka. Masyarakat yang mayoritas bekerja dengan bercocok tanam, terganggu akibat hama babi hutan yang diduga sengaja disebar oleh PT PKP.
“Padahal di sini bukan habitat babi hutan. Mulai munculnya babi hutan itu sejak tahun 2005 memang. Selain babi hutan, ada juga tupai, rusa dan bekicot darat. Semuanya mengganggu penghidupan masyarakat Pulau Sangiang seperti tupai yang sering mengambil kelapa, rusa yang sering memakan tanaman kami, juga bekicot darat,” ungkapnya.
Menurut Ustad Pian, PT PKP mengakui jika mereka membawa sejumlah rusa untuk dipelihara di lahan yang mereka kelola. Rusa tersebut awalnya berada dalam kandang, namun suatu waktu, kandang tersebut rusak dan menjadi liar di Pulau Sangiang. Ia menduga, hewan-hewan itu sengaja dilepaskan oleh PT PKP untuk melakukan intimidasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak betah dan segera hengkang dari pulau.
“Rusa itu sudah beranak pinak sehingga banyak sekarang. Sering juga masuk ke wilayah pemukiman masyarakat. Rusa itu kan makannya malam, dan sering memakan tanaman kami. Secara aturan juga ada rusa yang dilindungi, jadi kami menduga ini sengaja dilepasliarkan, sehingga jika ada warga yang membunuh rusa tersebut, bisa terkena kriminalisasi,” tuturnya.
Discussion about this post