SETIAP tanggal 28 September, masyarakat se-Dunia memperingati Hari Hak untuk Tahu. Peringatan tersebut menjadi penanda bahwa masyarakat memang berhak tahu akan informasi-informasi yang sifatnya publik.
Di Provinsi Banten, mungkin juga daerah lainnya, setiap OPD memperingati Hari Hak untuk Tahu dengan membentangkan spanduk ucapan di depan kantor mereka, yang dapat diartikan bahwa mereka berkomitmen untuk memenuhi hak masyarakat terkait dengan informasi. Namun, apa benar masyarakat berhak tahu atas informasi-informasi badan publik, khususnya di Provinsi Banten?
Diketahui, Indonesia meregulasi secara spesifik hak masyarakat untuk tahu, melalui pengesahan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mengklasifikasikan informasi menjadi tiga yakni serta-merta, berkala dan setiap saat. Diantara tiga informasi itu, ada informasi yang dikecualikan.
Asas informasi publik sebagaimana termaktub pada Undang-undang tersebut ialah bersifat terbuka dan dapat diakses oleh siapapun (Pasal 2 ayat 1), dan cara-cara memperoleh informasi publik harus dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana (Pasal 2 ayat 3).
Merujuk pada Bab IV Undang-undang KIP, prinsipnya semua informasi yang ada pada Badan Publik ialah informasi publik. Kecuali yang dikecualikan, setelah dilakukan uji konsekuensi atas informasi itu.
Sebetulnya kalau membaca Undang-undang tersebut, masyarakat benar-benar diberikan hak yang cukup besar untuk mengakses informasi-informasi publik. Mulai dari struktur organisasi sampai perencanaan dan penggunaan anggaran. Dan simpel dalam memohonkan informasinya.
Namun faktanya, untuk bisa mengakses informasi publik tidaklah mudah. Terlepas dari prosedur permohonan informasi yang memang telah diatur, dalam prosesnya kerap menghadapi masalah. Mulai dari ketidakpahaman Badan Publik akan informasi publik, hingga keengganan Badan Publik untuk memberikan informasi yang berstatus informasi publik.
Discussion about this post