“Kedua, terpenuhinya hak saksi dan korban sesuai peraturan perundang-undangan dengan alokasi Rp 151,4 miliar,” ujarnya.
Hasto menjelaskan, penerimaan dan penelaahan permohonan dan perlindungan ini akan dilaksanakan dengan tiga layanan.
Pertama, layanan perlindungan darurat dan pro aktif dengan target 90 layanan sebesar Rp2,04 miliar. Kedua, layanan sidang mahkamah pimpinan LPSK dengan target 48 layanan senilai Rp3,2 miliar. Dan ketiga layanan penerimaan dan penelaahan saksi dan korban dengan target 500 layanan sebesar Rp16,5 miliar.
Selain itu, sambung dia, pemenuhan hak saksi dan korban juga akan diwujudkan dengan melaksanakan program prioritas nasional dan lembaga. Untuk progam prioritas nasional dialokasikan sebesar Rp18,6 miliar. Target dan alokasi, yakni perwujudan victim trust fund dengan target 1 rekomendasi kebijakan senilai Rp3,08 miliar.
Berikutnya, dana bantuan korban yang merupakan perwujudan amanat Pasal 35 Undang-Undang TPKS yang dibentuk dan diberikan sebagai dana restitusi bagi korban yang kemudian dialihkan sebagai kompensasi.
“LPSK tengah menyusun RPP tentang dana bantuan korban yang mengatur mengenai kelembagaan yang nantinya dikelola oleh LPSK,” ujarnya.
Dia berharap, RPP ini dapat segera diselesaikan mengingat jumlah kekerasan seksual dan jumlah perlindungan saksi dan korban mengalami peningkatan.
Hasto menuturkan, LPSK di tahun 2024 juga mengusulkan program komunitas masyarakat peduli saksi dan korban dengan target 845 orang dengan alokasi Rp 12,3 miliar. Program ini bertujuan mengatasi masalah jangkauan layanan LPSK yang belum optimal akibat keterbatasan SDM dan organisasi LPSK. (DZH/RMID)
Discussion about this post