<span style="font-weight: 400;">YOGYAKARTA, BANPOS - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyoroti banyaknya laporan terkait fenomena "industri hukum" yang muncul di daerah.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">"Ada laporan begini nih, di lingkungan daerah, di daerah itu banyak sekali sekarang apa yang disebut industri hukum, aturan itu dibuat atau diberlakukan untuk mengambil keuntungan," kata Mahfud saat menghadiri Rapat Koordinasi Pengendalian (Rakordal) Pembangunan Daerah DIY Triwulan I Tahun Anggaran 2023 di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (16/5).</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">Menurut Mahfud, fenomena itu telah dibahas dalam rapat lintas kementerian yang ia pimpin diikuti unsur Kemendagri, Kejaksaan Agung, Polri, Kemenpan RB, serta BPKP beberapa waktu terakhir.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">Laporan yang diterima Mahfud terkait ‘industri hukum’ antara lain muncul dari Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">Melalui surat yang disampaikan kepada Mahfud, Sutarmidji mengaku resah sebab di tengah proyek pembangunan yang sedang berlangsung di Kalbar, tiba-tiba muncul oknum jaksa yang melakukan pemeriksaan dengan tuduhan adanya dugaan korupsi.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">"Proyek sedang berjalan, sudah diperiksa oleh jaksa. Jaksa manggil, katanya korupsi ini, sehingga orang menjadi takut melakukan proyek, nah jaksanya cuma meras-meras aja itu," ujar Mahfud.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">Setelah memeriksa dengan tuduhan melanggar hukum, lanjut Mahfud, kejaksaan setempat tidak kunjung memberikan keputusan hukum terkait ada atau tidaknya tersangka dalam proyek itu.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">"Dibilang melanggar hukum, kamu korupsi ini, diperiksa terus, enggak pernah ada keputusan apakah tersangka atau tidak, ya hanya diperas saja, polisi juga melakukan hal yang sama," kata Mahfud.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">Padahal, Mahfud menegaskan sudah ada aturan dan kesepakatan bersama bahwa terhadap proyek pemerintahan yang sedang berjalan, kejaksaan maupun kepolisian tidak boleh melakukan pemeriksaan sebelum masa anggaran berakhir.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">Selain itu, apabila ditemukan permasalahan, kata dia, aparat penegak hukum harus terlebih dahulu melaporkan kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), baik Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau inspektorat daerah.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">"Jangan langsung dari jaksa dan polisi langsung ke pimpro (pemimpin proyek), atau langsung ke yang nyetor barang, itu sangat menganggu," kata Mahfud.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">Menurut Mahfud, kasus yang ia sebut sebagai "industri hukum" tidak hanya muncul di Kalbar, akan tetapi banyak ditemukan di provinsi lain termasuk di Sulawesi Selatan.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">"Di bebagai daerah begitu, nah itu juga jadi masalah. Itu moralitas yang dilanggar oleh aparat penegak hukum. Tentu tidak semua aparat penegak hukum, tapi gejala itu terjadi," kata Menkopolhukam.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">Menurut Mahfud, fenomena industri hukum juga pernah membuat pegawai ketakutan hingga enggan mendaftar sebagai pejabat dinas tertentu di wilayah Yogyakarta.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">"Kalau tidak salah dulu di Yogyakarta, dulu betapa di sini perlu beberapa pejabat dinas misal yang diperlukan 10 tapi yang mendaftar cuma enam. Kenapa? Karena takut, orang disuruh jujur tapi APIP-nya enggak bener, suruh laporan yang bener, tapi disuruh menyuap agar tidak diperiksa, agar tidak dijadikan tersangka korupsi," kata dia.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">Tanpa ada landasan moral dan etika, menurut Mahfud, produk hukum berpotensi dijadikan lahan industri dengan instrumen pasal yang telah disiapkan untuk keuntungan pihak tertentu.</span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;"> </span><span style="font-weight: 400;">"Dalam industri itu bahan mentah dijadikan matang, sehingga hukum ini, tangkap saja dengan pasal ini. Kalau ini menyuap berlakukan pasal ini. Ada pasal-nya semua, kalau mau diperas uang sekian pasal-nya ini, kalau ingin bebas pasal-nya ini," kata Mahfud mengilustrasikan fenomena "industri hukum". (ANT/AZM)</span><!--nextpage-->
Discussion about this post