“Memang alat ukur hisab ini rujukannya banyak. Secara akademis yang biasa saya pelajari ada versi efhimeris ada nautical almanak, tagribi dan tahqiqi (akurasi),” terangnya.
Lebih rinci, ia menyampaikan ada pula 9 versi lain yang juga kuat yang memgukur derajat dan koordinat bulan, seperti Sulamun Nairoin, Fathurrauf, Badi’atul Mitsal, Nurul Ihsan, besi Kitab Fadhul Karim, Tashilul Mitsal, Sulam Tahqiq, Taliqotul Mitsal dan Risalatul Qomarain.
Menurutnya, ada beberapa kajian algoritma hisab dari beberapa sumber kitab yang memperkuat metode itu.
“Ada dari algoritma hisab pada kitab-kitab seperti Irsyadul Murid, Tsimarul Murid, Muntaha Nataijil Al Aqwal dan dari kajian Nuru al Anwar. Apalagi Kamis (20/04) ada gerhana matahari pada sekitar Pukul 09, ini biasanya juga bisa mempengaruhi kajian hisab karena bisa terjadi penggelapan jumlah puasa. Namun, yang jelas semua kajian pasti punya dasar yang bisa dipertanggungjawabkan,” kata ulama Muda Baksel ini.
Kata dia, setiap perbedaan itu ada hikmahnya dan bukan untuk saling mempertentangkan.
“Soal mau mengikuti fatwa yang mana, itu silahkan saja. Karena yang terbaik adalah kita ikuti hasil kesepakatan ulama terbanyak,” tutur Mukhlis. (WDO)
Discussion about this post