“Kasihan, kita ini hidup terbatas di sini, ada tanggung jawab moral nanti. Dipertanggungjawabkan. Ya kita misalkan senang melihat orang teraniaya, ada balasannya. Itu yang saya ingatkan kepada insan pers. Karena dampaknya apalagi digital sekarang, saya di kapal masih terombang-ambing, sudah di share-share berita yang sangat jauh judulnya. Dua rektor hanya dipisahkan oleh jembatan Selat Sunda, ber kongkalingkong melakukan titipan,” jelasnya.
Ia pun meminta doa kepada para peserta Coffee Morning, agar persoalan tersebut dapat segera selesai, dan tidak ada ‘tindaklanjut’. Ia pun meminta agar tidak ada lagi perspektif-perspektif lainnya, yang disebut oleh Fatah sebagai perspektif yang salah.
“Saya akan memberikan hak jawab, supaya memberikan pelajaran hikmah, bukannya marah. Namanya manusia enggak ada yang sempurna. Pers itu bukan malaikat, jadi jangan posisikan diri yang paling benar. Dan saya pesan juga, jangan jadi hakim jalanan. Kasian teman-teman yang dalam proses taat sebagai warga negara dan proses sebagai saksi, sudah diposisikan sebagai terdakwa oleh pers,” tuturnya.
Fatah juga mengatakan bahwa banyak rekannya yang merupakan insan pers, meninggal di usia muda. Sehingga diharapkan para insan pers dapat ‘mengisi’ kehidupan dengan hal-hal yang baik, dan tidak mengambil apa yang dia sebut sebagai berita orderan untuk menganiaya orang.
“Jangan dikira enggak ada dampaknya, banyak teman-teman saya pers yang meninggal muda. Jadi kalau kita enggak cukup umur, kita harus siap kita bahwa semua isinya kebaikan. Biar halal yang kita makan, bukan karena kita dapat duit, dapat orderan untuk menganiaya orang,” tandasnya.(DZH/ENK)
Discussion about this post