AP II juga menyampaikan, program ketiga dalam upaya mendorong pemulihan yakni memperbaharui infrastuktur untuk mengembangkan smart airport (renewing infrastructure towards smart airport), antara lain dengan membangun budaya digital, pengembangan fasilitas automation dan pemanfaatan teknologi tebaru.
Kepada ICAO, AP II juga menyampaikan master plan Eco-Airport 2021-2025 untuk memanfaatkan PLTS berkapasitas total 26,34 MWp pada 2025.
“Pemanfaatan energi baru terbarukan untuk mendukung net-zero carbon emissions by 2050 di industri aviasi global juga menjadi perhatian dari Menteri Perhubungan RI yang mendorong pertumbuhan sektor penerbangan sipil global yang ramah lingkungan,” jelas Muhammad Awaluddin.
Muhammad Awaluddin juga menyampaikan, inisiatif AP II dalam mendorong optimalisasi penerbangan lewat Airport Collaborative Decision Making (A-CDM) melalui fasilitas Airport Operation Control Center (AOCC) di Bandara Soekarno-Hatta.
“A-CDM membuat setiap stakeholder dapat lebih jelas mengetahui ekspektasi dari stakeholder lainnya. Kolaborasi semakin erat di antara stakeholder sehingga proses keberangkatan dan kedatangan penumpang maupun pesawat makin optimal untuk peningkatan customer experience, efisiensi operasional, dan bermuara pada kinerja bisnis,” ungkapnya.
Deputy Director of Air Transport Bureau ICAO Jane Hupe menuturkan, bandara dapat memanfaatkan EBT melalui penerapan panel surya untuk PLTS, lalu teknologi turbin angin (wind turbine) dan geothermal.
Adapun dalam 10 tahun terakhir telah berjalan program Airport Carbon Accreditation Programme yang diikuti oleh 288 airport di seluruh dunia. Bandara Soekarno-Hatta sendiri telah mendapat akreditasi mapping pada program ini.
“288 bandara terlibat dalam program ini dan 61 bandara sekarang mencapai karbon netral. Kami berharap pada 2030 ada 100 bandara yang mencapai karbon netral,” ujar Jane Hupe.
Director of Air Transport Bureau ICAO Mohamed Rahma menuturkan bahwa pemulihan penerbangan global membutuhkan dukungan dari seluruh pihak.
Discussion about this post