LEBAK, BANPOS – Kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak di Lebak semakin meningkat. Kasus terbaru yang terjadi ialah pemerkosaan terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh orangtuanya sendiri.
Kabid Perlindungan Anak DP3AP2KB, Euis Sulaeha mengatakan, pihaknya telah menerima informasi terkait kasus tersebut dan sedang mendalaminya.
“Kita berkoordinasi dengan UPTD PPA dan unit PPA di Polres Lebak, Pelaku memiliki alibi bahwa korban bukanlah anak kandung,” kata Euis Kepada BANPOS, Selasa (24/10).
Euis menjelaskan, pihaknya saat ini lebih terfokus untuk penanganan dan pendampingan terhadap korban, baik secara fisik maupun psikologis yang akan dilakukan pemantauan melalui UPTD PPA.
“Menanggapi kasus tersebut, kita perlu bantuan serta dukungan dari seluruh pihak agar mengantisipasi bahkan menghindari kekerasan dan pelecehan terhadap anak dan perempuan,” jelasnya.
Sementara itu, berdasarkan data yang dimiliki oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lebak, sejak Januari hingga Agustus terdapat kasus kekerasan kepada anak sejumlah 30 orang, pada bulan Oktober 2022 bertambah menjadi 5 orang. Sedangkan Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Lebak mencatat yakni sebanyak 15 kasus pelecehan dan kekerasan.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lebak, Oman Rohmawan mengatakan, kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak semakin marak di Kabupaten Lebak. Pelecehan seksual terhadap anak adalah sebuah tindakan yang harus ditindak tegas. Menurutnya, pelecehan bukan hanya tentang pemerkosaan. Mencium, meraba, berbuat sesuatu hal yang membuat tidak nyaman seorang perempuan itu juga sudah masuk kedalam pelecehan seksual.
“Saya miris, kasus pelecehan seksual terhadap anak semakin bertambah saja jumlahnya, setiap bulan pasti ada kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak, perkembangannya dinamis, kalau kita hanya menangani kasus yang sekiranya kurang tersentuh oleh pemerintah, kalau data di UPTD mah sih pas lihat mah ada 100 lebih, tapi kurang tau ya, soalnya ada yang masuk ke LPA, ada yang masuk ke UPTD, ada yang ke Polres,” kata Oman.
Ia menjelaskan, faktor yang menyebabkan kasus pelecehan semakin marak adalah penyalahgunaan teknologi, kelainan orientasi seksual, video porno, adanya peluang kesempatan untuk melakukan seksual, minum minuman keras, dan lain sebagainya. Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahayanya perbuatan tersebut, kurangnya pengawasan keluarga terhadap anak, dan tidak adanya dukungan penuh dari pihak pemerintahan terkait penanganan untuk mengentaskan problematika tersebut.
“Kami kan hanya sukarelawan, kadang kalau mau terjun ke lapangan pun harus menggunakan uang pribadi, segi pendampingan pun pake uang pribadi, emang tugas kami mensosialisasikan, tapi kami juga punya keterbatasan akses untuk menangani kasus tersebut,” jelasnya.
Ia menerangkan, menjaga satu anak perempuan itu tidak cukup oleh satu orang, akan tetapi, menjaganya memerlukan orang satu kampung agar tidak terjadi tindak asusila terhadap anak.
“Seharusnya, satu kampung itu menjaga anak perempuan yang ada, anggap saja dia anak kita sendiri, karena dalam mengatasi agar tidak terjadi pelecehan terhadap anak harus melibatkan semua elemen,” tandasnya.
Senada dengan Oman, Sekretaris Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Lebak, Ratu Nisya Yulianti mengatakan, rawannya keamanan bagi Perempuan dan anak menjadi fokus perhatian Rumah Perempuan dan Anak (RPA) Lebak dan aktivis sosial. Menurutnya, ini adalah catatan terburuk di Kabupaten Lebak karena maraknya tingkat kasus kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak semakin tinggi.
“Iya betul, miris juga hari ini Lebak kembali mendapat kabar yang luar biasa mengiris hati, bukan hanya perempuan tapi mungkin segenap masyarakat yang mendengar hal ini cukup memprihatinkan, yakni maraknya kasus pelecehan seksual,” kata Ratu.
Ia menerangkan, kasus kekerasan dan pelecehan yang di terjadi di Lebak lebih dari 100 kasus dan jumlah terbanyak marak ada Lebak Selatan. Ia menegaskan, peran pemerintah dan segenap stakeholder pemerhati sosial ini harus lebih dikuatkan untuk terus menciptakan ruang aman baik terhadap perempuan dan anak
“Kami juga sedang merumuskannya, kami juga tidak bisa bekerja sendiri perlu ada kerjasama dari pihak pemerintahan yang memiliki akses tidak terbatas, jangan sampai karena jarak yang jauh dari pusat kota menjadikan alasan wilayah selatan menjadi titik yang terabaikan dalam pemberdayaan dan penyuluhan cegah kekerasan seksual,” jelasnya.
Ia menerangkan, semua elemen harus berperan dan bersatu untuk menentukan kualifikasi strategi yang efektif seperti melakukan Pemberdayaan dan penyuluhan terhadap anak SD, SMP, dan SMA.
“Seperti misalnya kita harus memahami tantangan-tantangan yang sesuai dengan problematika mereka, menyiapkan pendamping psikologis untuk korban pelecehan, dan menyiapkan pendamping secara hukum,” tandasnya.
Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Lebak, Budi Santoso mengatakan, Pemda Lebak, sedang mengupayakan agar bisa menekan kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak dan perempuan.
“Sebenarnya kami juga sedang berupaya dalam menekan kasus tersebut, saya mohon semua masyarakat Lebak agar menjadi dengan baik keselamatan anak-anaknya, untuk mengentaskan problematika ini perlu kesadaran masyarakat Lebak,” tandasnya.(MG-01/PBN)
Discussion about this post