SERANG, BANPOS – Efek domino pencabutan subsidi BBM mulai terasa, salah satunya adalah kenaikan BBM menjadi salah satu faktor pengusaha atau investor hengkang dari Banten. Sementara itu, mahasiswa yang berasal dari organisasi Sapma PP Cabang Kota Serang, menggelar aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM. Mereka menilai bahwa kenaikan harga BBM, hanya akan menimbulkan ketidakstabilan.
Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan Ketenagakerjaan pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Banten Ruli Riatno pekan lalu kepada wartawan mengatakan, kondisi kenyamanan investor, mulai terganggu dengan adanya beberapa kali aksi unjuk rasa yang berkaitan dengan Ketenagakerjaan beberapa waktu terakhir ini.
“Yang paling utama itu penjaminan kenyamanan mereka berinvestasi,” katanya.
Ia menjelaskan, infrastruktur yang ada, baik akses jalan, suplai listrik, kemudahan perizinan berusaha menjadikan Provinsi Banten salah satu daerah tujuan utama wilayah investasi. Sehingga, jika banyak pihak mengklaim bahwasanya faktor upah yang tinggi itu yang menjadi sebabnya, Ruli melihat hal tersebut bukan faktor utama.
“Berdasarkan analisa sederhana kami sebagai pengawas, beberapa perusahaan besar yang akan hengkang itu salah satunya dikarenakan adanya kenaikan BBM,” ucapnya.
Pasalnya, mau tidak mau, suka tidak suka kenaikan BBM berpengaruh terhadap biaya produksi banyak, seperti harga beli bahan baku, pengiriman bahan logistik, yang berpengaruh terhadap kenaikan komoditas lainnya.
“Ini merupakan dinamika pasar. Meskipun pemerintah juga sudah memperhitungkan sedemikian rupa, sehingga kemudian kebijakan itu harus diambil dengan berbagai pertimbangan,” katanya.
Ruli juga mengaku akan terus melakukan upaya agar investor yang ada tetap bertahan di Banten. Upaya itu dengan mengajak masyarakat guna menciptakan konduktivitas yang baik. Kemudian juga pemerintah menyiapkan SDM yang ada agar bisa bersaing dalam dunia kerja.
“Jangan sampai industri kita banyak, tapi masyarakat hanya bisa menjadi penonton, sementara yang menikmati orang-orang dari luar Banten,” katanya.
Diketahui, dalam beberapa kesempatan, Pj Gubernur Banten Al Muktabar menegaskan pemprov selalu berkomitmen untuk memberikan kemudahan izin bagi investor yang akan berusaha di Banten. Semua fasilitas akan diberikan guna menunjang kenyamanan berinvestasi.
Di samping itu, pemprov juga terus menjaga terhadap investor yang ada, dengan memberikan rasa nyaman dan aman berusaha di Provinsi Banten. Namun sayangnya, berbagai upaya pemerintah dalam mempertahankan investor yang ada itu tidak sejalan dengan keinginan dan sikap masyarakat, terutama kaum buruh yang bekerja pada sejumlah industri yang ada.
Hal ini kemudian membuat sejumlah investor, dalam waktu dekat sudah berencana akan hengkang dari Banten, seperti PT KMK Global Sport, PT Nikomas Gemilang dan PT Park World Indonesia (PWI).
Sementara itu, Sapma PP Cabang Kota Serang melakukan aksi dengan mengadakan long march dari Ciceri menuju Alun-alun Kota Serang pada Jumat (16/9). Aksi tersebut dilakukan hingga malam hari. Para massa aksi itu pun menyalakan lilin sebagai bentuk keprihatinan mereka terhadap kenaikan harga BBM.
Ketua Sapma PP Cabang Kota Serang, Ibnu Khairul Umam, mengatakan bahwa aksi tersebut sebagai bentuk penyampaian aspirasi masyarakat, yang gelisah dengan kebijakan kenaikan harga BBM.
“Aksi Sapma PP Cabang Kota Serang kali ini dilaksanakan atas keresahan yang dirasakan oleh elemen masyarakat, atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Rezim Jokowi dan Ma’ruf Amin,” ujarnya.
Ia menuturkan, kenaikan harga BBM sudah pasti memiliki dampak yang signifikan, terhadap masyarakat. Apalagi jika kenaikan harga BBM, tidak dibarengi dengan penyesuaian upah pekerja, akan menimbulkan ketidakstabilan.
“Kenaikan BBM yang sangat berdampak bagi masyarakat khususnya masyarakat Banten. Dengan naiknya BBM tanpa menaikan upah bagi para pekerja, tentu akan membuat adanya ketidakstabilan yang menyebabkan inflasi karena turunnya daya beli masyarakat,” tuturnya.
Pihaknya pun menilai bahwa berbagai kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan oleh Jokowi, banyak yang bertentangan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat umum.
“Regulasi yang dibentuk selalu bertentangan dengan kebutuhan masyarakat, regulasi yang didorong oleh pemerintah seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba, RKHUP dan RUU Sisdiknas, kami merasakan sangat diskriminatif dan tidak pro rakyat,” tegasnya.
Ia pun menyampaikan bahwa masih ada janji politik yang sampai saat ini masih belum ditepati. Salah satunya yakni janji untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang terjadi.
“Dan beragam persoalan yang berkembang selama bulan September ini, seperti pelanggaran HAM dan pembungkaman aktivis yang masih belum menemukan titik terang,” tandasnya.(DZH/RUS/PBN)
Discussion about this post