Menurut Hidayat, aturan tentang masa jabatan persiden sudah jelas dalam konstitusi (UUD NRI Tahun 1945). Dalam pasal 7 UUD NRI Tahun 1945 disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
“Berarti maksimal hanya dua kali masa jabatan. Itu menjadi arus besar di MPR, bahkan menjadi keputusan bersama di MPR,” imbuhnya.
Selanjutnya
Hidayat menjelaskan bahwa latar belakang munculnya amandemen UUD NRI Tahun 1945 terkait dengan wacana Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Wacana PPHN muncul karena sudah tidak ada lagi GBHN.
Salah satu kesepakatan reformasi adalah menguatkan sistem presidensial. Karena itu, presiden tidak dipilih oleh MPR, melainkan dipilih secara langsung oleh rakyat.
“Karena presiden bukan lagi mandataris MPR yang menjalankan GBHN buatan MPR maka kewenangan MPR membuat GBHN dihapus,” jelasnya.
Namun, dalam perjalanan, ketiadaaan GBHN membuat arah pembangunan tidak jelas. Meskipun sudah ada UU tentang pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, namun UU itu adalah produk presiden terpilih, bukan produk representatif dari cabang-cabang kekuasaan negara: eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Karena itu, UU tersebut tidak komprehensif sehingga perlu dikoreksi. Apalagi UU itu tidak mutlak mengikat sehingga bisa tidak dilaksanakan oleh presiden berikutnya. Kondisi ini membuat Indonesia seperti menari poco-poco karena presiden, gubernur, bupati, serta walikota, bisa dari partai yang berbeda-beda dengan program dan janji kampanye yang berbeda-beda.
“Karena itu, MPR merekomendasikan untuk mengkaji GBHN. Maka dibentukan Badan Pengkajian MPR yang mengkaji tentang PPHN. Memang bukan GBHN seperti dulu, tapi PPHN bisa memberi arahan. Agar siapapun pun presidennya tidak keluar dari haluan negara, demikian juga Gubernur, Bupati dan walikota,” sambungnya.
Namun, lanjut Hidayat, perdebatan terjadi ketika menentukan dasar hukum atau bentuk hukum PPHN, apakah dimasukkan dalam UUD sehingga perlu perubahan UUD, dalam bentuk Ketetapan MPR juga memerlukan amandemen UUD, dan dalam bentuk UU. Salah satu partai yang mendukung PPHN melalui amandemen UUD adalah PDI Perjuangan.
Discussion about this post