Dia mengajak para santri untuk belajar ke petani Hokota, untuk kemudian diterapkan di Indonesia.
Selain itu, Gobel juga mengajak para santri, untuk melihat industri elektronika miliknya. Ajakan itu disambut tepuk tangan para hadirin.
Gobel pun menjelaskan perbedaan pabrik dan industri. Keduanya sama-sama memiliki mesin dan segala peralatannya. Ada lahan, karyawan, dan produk yang dihasilkan.
Bedanya, kegiatan pabrik berhenti pada membuat barang. Sementara industri, tak berhenti di situ. Karena itu, dalam industri, harus ada ekosistem, tata nilai, harmoni sosial dan lingkungan hidup
“Industri berarti membangun peradaban, membangun manusia dan lingkungannya. Jadi, harus berpikir tentang keberlanjutan. Jadi, ini soal pola pikir,” tutur Gobel.
Dia mengaku, mewujudkan potensi kekuatan ekonomi kaum santri menjadi kekuatan ekonomi yang riil, bukanlah perkara mudah.
“Butuh wawasan, skill, dana, pengalaman, dan terutama bersatu. Saya mengajak untuk membangun dan menguatkan koperasi. Ibarat lidi, jika sendiri mudah patah. Tapi jika bersatu, akan kuat,” jelas Gobel.
Karena itu, lanjutnya, sarung dan kaum sarungan bukan sekadar simbol, identitas, atau corak budaya. Tetapi benar-benar menjadi kekuatan riil ekonomi nasional.
“Mari kita bangkit, dengan bersatu memajukan Indonesia,” ajak Gobel. (RMID)
Discussion about this post