SERANG, BANPOS – Manajemen Rumah Sakit (RS) Hermina Ciruas diduga telah mengabaikan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Hal itu lantaran RS Hermina Ciruas dituding membiarkan tembok yang dekat dengan pemukiman warga, yang kondisinya disebut sudah rapuh.
Hal itu disampaikan oleh Peneliti Saung Hijau Indonesia (SAHID), Walinegara. Ia mengatakan bahwa seharusnya rumah sakit merupakan kawasan yang steril dan dengan melakukan penerapan SMK3 secara ketat.
“Dengan mengutamakan kenyamanan maupun keamanan pengunjung, pasien maupun karyawan. Kondisi tersebut justru diduga telah diabaikan oleh Manajemen RS Hermina Ciruas,” ujar Walinegara, Selasa (16/8).
Pasalnya menurut dia, berdasarkan laporan dari masyarakat, puluhan pegawai dan pengunjung RS Hermina Ciruas dapat dengan mudah keluar masuk kawasan tersebut melalui pintu belakang rumah sakit.
“Tentunya ini dapat mengganggu kenyamanan masyarakat. Karena aktivitas lalu lalang tersebut sudah pasti mengganggu warga. Sedangkan sebenarnya pintu masuk RS Hermina Ciruas itu berada di depan, di jalan utama Serang-Jakarta,” ucapnya.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi menurut Walinegara, kondisi tembok yang membatasi kawasan rumah sakit dengan pemukiman warga dinilai telah rapuh. Ia mengatakan, tembok itu setiap waktu dapat roboh karena kondisi fisiknya yang sudah harus diperbaiki.
“Disekitaran pintu akses belakang tersebut terdapat tembok sepanjang kurang lebih belasan meter dengan tinggi tiga meter, yang secara fisik sudah rapuh dan kapan saja tembok tersebut bisa roboh dan menimpa pengunjung maupun pegawai yang lalu lalang,” ungkapnya.
Padahal menurutnya, RS Hermina Ciruas mengklaim telah mematuhi SMK3 yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012, yang merupakan pelaksanaan dari pasal 87 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Selain itu, Walinegara juga menuturkan jika tembok yang membatasi rumah sakit dengan pemukiman warga, terdapat rembesan air yang diduga berasal dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Menurutnya, hal itu berbahaya mengingat IPAL itu berasal dari rumah sakit.
“Pasal 1 Permenkes Nomor 7 tahun 2019 pasal 1 secara tegas mengamanatkan rumah sakit untuk memperhatikan kesehatan lingkungan. Mewujudkan lingkungan rumah sakit yang ramah lingkungan baik dari segi fisik maupun lainnya,” tuturnya.
Manajemen RS Hermina Ciruas pun disebut telah mengabaikan pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh pihak manajemen. “Permenkes tersebut pada pasal 3 mewajibkan pihak rumah sakit untuk melakukan pengawasan, salah satunya berkaitan dengan kegiatan konstruksi atau renovasi rumah sakit. Ini yang kami anggap diabaikan oleh pihak manajemen,” tegasnya.
Sementara itu, BANPOS mencoba melakukan konfirmasi kepada pihak RS Hermina Ciruas. BANPOS mendatangi RS Hermina Ciruas pada Selasa (16/7) sekitar pukul 14.30 WIB. Penjaga di sana mulanya mengarahkan BANPOS kepada Hendro. Namun, Hendro kembali mengarahkan BANPOS untuk konfirmasi kepada Roni Albert Wijaya, yang disebut sebagai Direktur RS Hermina Ciruas.
Sekitar 10 menit BANPOS menunggu Albert. Hingga akhirnya, Albert datang menghampiri BANPOS. Sayangnya, ia justru enggan memberikan konfirmasi kepada BANPOS, lantaran hanya ingin melakukan konfirmasi langsung kepada Redaktur BANPOS.(DZH/PBN)
Discussion about this post