BANYAKNYA intervensi dari raja-raja eksternal pemerintahan Kota Cilegon disebut hanya dapat selesai jika Helldy berani melakukan revolusi terhadap komposisi birokrat, di dalam tubuh Pemkot Cilegon. Pasalnya, selama masih ada orang-orang yang loyal terhadap rezim sebelumnya, maka intervensi pembangunan akan terus terjadi.
Akademisi Untirta, Leo Agustino, mengatakan bahwa sebenarnya apapun alasan yang diungkapkan, tidak boleh kerja-kerja pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah tersendat. Sebab, pemerintah telah memiliki sistem tersendiri dalam menjalankan roda pemerintahan, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sistem tersebut menurutnya, bukan hanya mengatur secara umum. Bahkan, sistem itu mengatur hingga ke hal teknis, seperti bagaimana langkah yang harus dilakukan apabila terjadi ‘kekacauan’ pada organisasi pemerintahan. Sistem itu mengatur cara untuk menanggulanginya.
“Saya bersetuju jika banyak pihak mengatakan bahwa capaian Walikota dan jajarannya masih kurang optimal. Hal ini tentu jika saya kaitkan dengan janji politik yang juga tertuang dalam RPJMD. Ada banyak alasan, mulai dari pandemi hingga persaingan antar-elit di Cilegon,” ujar Leo saat dihubungi melalui pesan WhatsApp.
Untuk persoalan persaingan antar-elit politik, Leo menuturkan bahwa hal itu sebenarnya dapat dengan mudah diselesaikan. Namun untuk menyelesaikannya, Kepala Daerah dalam hal ini Walikota Cilegon, harus memiliki visi, ketegasan serta kemampuan untuk bisa mengayomi. Begitu pula dengan penguasaan atas aturan perundang-undangan, yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Ada beberapa sumber menyatakan bahwa pembangunan fisik di Cilegon yang kurang optimal disebabkan oleh persaingan antara Cilegon 1 dengan Cilegon 2. Saya tidak ingin berpolemik dalam persaingan antar-keduanya. Namun yang pasti ketidakoptimalan tersebut semestinya bisa diselesaikan. Apalagi bila kepala daerah paham mengenai UU Pemerintahan Daerah. Tapikan tidak banyak Kepala daerah yang paham,” katanya.
Discussion about this post