SERANG, BANPOS – Kasus Korupsi di Banten per 1 Januari sampai dengan 1 Juli 2022 terungkap sebanyak 12 kasus korupsi dengan potensi kerugian negara mencapai Rp31 miliar. Setidaknya, sebanyak 35 tersangka diringkus dengan modus antara lain mark up, mark down, kredit fiktif, kegiatan atau proyek fiktif, penyalahgunaan wewenang dan pungli. Sementara itu diketahui, Kejari Lebak juga baru saja menetapkan tersangka kasus korupsi.
“Banten sedang digempur kasus korupsi. Kerugian Rp31 miliar, ini bukan jumlah yang kecil,” ungkap juru bicara Banten Bersih, Ayyub Kadariah, dalam kegiatan diskusi publik bertajuk ‘Mengapa Banten Juara Korupsi?’, di salah satu Kafe di Kota Serang, Jumat (22/7). Kegiatan tersebut dihadiri oleh pegiat antikorupsi, mahasiswa, dan jurnalis.
Pada kesempatan tersebut, ia menyampaikan kasus korupsi yang telah ditangani oleh aparat penegak hukum (APH) baik KPK, Kejaksaan dan Kepolisian. 12 kasus korupsi tersebut diantaranya korupsi pengadaan komputer UNBK Dinas Pendidikan Banten, korupsi penggelapan pajak Samsat Kelapa Dua. Korupsi Revitalisasi Sentra IKM Kota Serang, hingga korupsi pengadaan lahan stasiun peralihan akhir sampah Kabupaten Serang.
“Korupsi merambah di berbagai sektor, termasuk di sektor pendidikan dan keagamaan, misalnya di kasus hibah pondok pesantren,” katanya.
Ayyub menyebut bahwa penanganan kasus korupsi di Banten tidak menyentuh aktor intelektual dan tidak menyasar kemana hasil korupsi mengalir.
“Sehingga perlu gerakan bersama dan sinergi semua pihak untuk membersihkan Banten dari korupsi,” tandasnya.
Hadir dalam diskusi publik tersebut, Sekjen TI Indonesia, Danang W. Ia mengatakan bahwa masyarakat sipil harus kerja keras, sebab praktik korupsi di Banten masih saja terjadi.
“Korupsi terjadi karena elite masih miskin, sehingga mereka masih membutuhkan duit APBD untuk keperluan pribadi mereka. Sehingga APBD dijadikan bancakan, ditambah penegakan hukum belum memberikan efek jera,” katanya.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak menetapkan dua orang tersangka berinisial K dan AF dalam dugaan kasus korupsi yang bersumber dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Bangkit Tahun 2012-2013 di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lebak.
Disebutkan, K dan AF merupakan ketua dan bendahara KPRI Bangkit yang menjabat pada Tahun 2012-2013. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka, dan kini mereka sudah ditahan.
“Kejari Lebak telah menetapkan dua tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi dana bergulir milik pegawai Kemenag Lebak dari LPDB Koperasi Bangkit. Setelah dilakukan penetapan tersangka, terhadap keduanya dilakukan penahanan untuk 20 hari ke depan,” kata Kasi Intel Kejari Lebak, Rans Fismy Pasaribu, kepada wartawan.
Dijelaskan Rans, pada Tahun 2012-2013 lalu Koperasi Bangkit mengusulkan pinjaman ke LPDB sebesar Rp2,5 miliar yang diperuntukkan bagi anggota koperasi. “Akan tetapi, malah tidak semua dana tersebut diberikan untuk anggota, justru ada yang digunakan untuk kepentingan pribadi oleh keduanya,” ungkap Rans.
Menurutnya, kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebesar Rp 336 juta.
“Hasil Audit BPKP, kerugian negara sebesar Rp 336 Juta. Keduanya disangkakan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” paparnya. (WDO/muf/pbn)
Caption : Kejari Lebak telah menetapkan dua tersangka berinisial K dan AF dalam dugaan kasus korupsi yang bersumber dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Bangkit Tahun 2012-2013 di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lebak. Kamis (21/07) lalu.
Discussion about this post