<span style="font-weight: 400;">SERANG, BANPOS - Pemprov Banten dan DPRD terlihat serius dalam merealisasikan sekolah metaverse yang digagas oleh Pj Gubernur Banten, Al Muktabar. Namun, gagasan tersebut dianggap terlalu terburu-buru, apalagi dengan mematok tinggi konsep metaverse yang dipastikan butuh infrastruktur digital yang besaten dalam meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Provinsi Banten.</span> <span style="font-weight: 400;">Ketua Komisi V pada DPRD Provinsi Banten, Yeremia Mendrofa, mengatakan bahwa saat ini teknologi sudah mulai maju. Maka menurutnya, gagasan Al Muktabar terkait dengan sekolah metaverse dapat dilaksanakan, meskipun secara bertahap. Namun untuk rombongan belajar (rombel) online, akan dieksekusi pada tahun ajaran sekarang.</span> <span style="font-weight: 400;">“Mulai dari berapa rombel dulu yang dibuka oleh sekolah induk, lalu bagaimana untuk menampung anak-anak Banten yang memiliki prestasi atau kurang mampu, namun mereka tidak lolos melalui jalur konvensional. Nah ini salah satu solusi dengan membuka rombel online,” ujarnya di gedung DPRD Provinsi Banten, Rabu (13/7).</span> <span style="font-weight: 400;">Ia menuturkan bahwa Dindikbud Provinsi Banten tengah mematangkan petunjuk teknis (Juknis) mengenai rombel online tersebut. Adapun pelaksanaan penerimaan peserta didiknya, hanya berbasiskan mereka yang tidak diterima pada PPDB kemarin.</span> <span style="font-weight: 400;">“Supaya tidak merugikan pihak swasta, maka nanti tidak membuka pendaftaran secara formal, akan tetapi mereka yang sebelumnya sudah terdaftar, yang masih ingin sekolah negeri tapi lewat online. Itu namanya rombel online, rombel digital, rombel metaverse. Arah ke sananya nanti akan menjadi sekolah terbuka,” terangnya.</span> <span style="font-weight: 400;">Menurut politisi PDIP itu, sekolah metaverse merupakan solusi bagi terbatasnya kuota pelajar pada suatu sekolah, maupun bagi wilayah padat penduduk yang hanya memiliki sedikit sekolah negeri. Meski pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) maupun Ruang Kelas Baru (RKB) tetap akan dilaksanakan, namun untuk sementara para siswa yang tidak tertampung di sekolah fisik, akan ditampung secara online.</span> <span style="font-weight: 400;">“Nah cara yang paling jangka pendek, buka kelas online, rombel online atau sekolah terbuka, itu menjawab dalam hal kita kekurangan sarana dan prasarana. Itu jawaban untuk jangka pendek. Untuk jangka panjang, kita bisa buatkan sekolah atau RKB,” tuturnya.</span><!--nextpage--> <span style="font-weight: 400;">Ia menuturkan, agar para pelajar tetap bisa merasakan dunia sekolah, metode yang diterapkan harus dicampur. Artinya, ada kalanya para pelajar yang bersekolah di metaverse tersebut tetap hadir di sekolah di waktu-waktu tertentu.</span> <span style="font-weight: 400;">“Jangan sampai rombel online itu kesulitan bagaimana sosialisasi dengan anak-anak yang lainnya. Ini perlu di-blended. Misalkan mereka untuk pembelajaran pengetahuannya secara online, ketika ekstrakulikuler, pelajaran olahraga, atau praktik kimia, itu bisa di sekolah. Itu yang nanti akan diramu,” ucapnya.</span> <span style="font-weight: 400;">Yeremia mengklaim, sejumlah sekolah yang akan ditunjuk untuk menjadi percontohan sekolah metaverse ialah sekolah-sekolah unggulan, yang memiliki infrastruktur yang baik dan pengalaman yang baik dalam melaksanakan sekolah daring.</span> <span style="font-weight: 400;">Menurutnya, selain solusi untuk persoalan kekurangan infrastruktur pendidikan, sekolah metaverse pun akan menjadi solusi peningkatan APS Provinsi Banten, yang saat ini masih berada di bawah rata-rata APS nasional.</span> <span style="font-weight: 400;">“Prinsipnya sebetulnya, angka partisipasi sekolah Banten jauh di bawah nasional. Nah untuk meningkatkan APS ini, ya harus ada terobosan-terobosan. Sekali lagi jika kita harus membangun sekolah, harus ada proses yang panjang. Sedangkan ini sudah tahun ajaran baru. Minggu ini sudah harus siap,” katanya.</span> <span style="font-weight: 400;">Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Serang, Ega Mahendra, mengatakan bahwa gagasan sekolah metaverse sebenarnya sangat visioner. Gagasan tersebut menurutnya sangat mengikuti jaman, dan merupakan masa depan dunia pendidikan, bahkan dunia keseluruhan.</span> <span style="font-weight: 400;">“Namun apakah gagasan tersebut bisa terealisasi dalam jangka waktu yang sedikit ini? Jelas ini sangat tergesa-gesa dan terlalu mematok tinggi. Sekelas bos Facebook yang menggembar-gemborkan metaverse saja masih belum bisa benar-benar merealisasikannya,” ujar Ega.</span> <span style="font-weight: 400;">Ia meyakini, sekolah metaverse tersebut pada akhirnya hanya sebatas sekolah daring sebagaimana yang telah dilaksanakan semasa Covid-19 ini. Jika pun sekolah metaverse benar-benar terealisasi, perangkat untuk mengaksesnya pun akan sulit dimiliki oleh masyarakat lantaran mahal.</span><!--nextpage--> <span style="font-weight: 400;">“Kalau hanya belajar di zoom atau Google Meet saja, tentu itu bukan metaverse. Ya sekolah daring saja, atau bahasa dalam aturan perundang-undangan sebagai Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Apalagi kalau kami berbicara perangkat pembelajaran, bahan ajar, media pembelajaran untuk sekolah metaverse, apakah sudah siap? Isi konten dalam pembelajaran harus dipikirkan juga,” ucapnya.</span> <span style="font-weight: 400;">Pernyataan terkait dengan sekolah metaverse yang akan bertugas menampung mereka yang ditolak pada pelaksanaan PPDB pun menurutnya, hanya menjadikan sekolah metaverse sebagai sekolah ‘buangan’ saja.</span> <span style="font-weight: 400;">“Seolah-olah sekolah metaverse ini ya Cuma sekadar menampung mereka yang gagal di PPDB saja. Padahal kita tahu pelaksanaan sekolahd daring selama pandemi saja kurang efektif. Lebih baik Pemprov Banten fokus melakukan intervensi infrastruktur dan kualitas sekolah swasta, ketimbang membuat sekolah metaverse yang akhirnya hanya melanjutkan sekolah daring yang tidak efektif itu,” tuturnya.</span> <span style="font-weight: 400;">Selain itu, ia juga menduga bahwa sekolah metaverse hanya upaya dari Pemprov Banten dalam mengakali angka partisipasi sekolah saja. Padahal yang terpenting bagi para pelajar ialah belajar secara efektif.</span> <span style="font-weight: 400;">“Jangan jadikan mereka yang bersekolah atau dipaksa atau terpaksa sekolah di ala-ala metaverse tersebut sebagai angka untuk mendongkrak APS Provinsi Banten. Mereka juga layak mendapat pendidikan yang baik,” tegasnya.</span> <span style="font-weight: 400;">Terpisah, Pj Sekda Provinsi Banten, Tranggono, mengatakan bahwa sekolah metaverse gagal dilaksanakan. Hal itu lantaran Pemerintah Pusat menolak konsep sekolah metaverse itu. Sebagai gantinya, Pemprov Banten cukup menerapkan sekolah terbuka, sebagaimana konsep Universitas Terbuka (UT).</span> <span style="font-weight: 400;">“Tapi tidak apa-apa. Kami terapkan sekolah terbuka. Sekolah jarak jauh. Konsepnya sama dengan metaverse. SMA Terbuka ini mengacu pada Permendikbud Nomor 119 Tahun 2014,” ujarnya saat diwawancara di ruang kerjanya.</span> <span style="font-weight: 400;">Menurutnya, SMA terbuka akan diterapkan pada tahun ajaran saat ini. Ia mengaku, Al Muktabar telah menekan regulasi mengenai SMA terbuka itu, dan telah disampaikan kepada Pemerintah Pusat. Tinggal Dindikbud Provinsi Banten mematangkan juknis pelaksanaan SMA terbuka.</span><!--nextpage--> <span style="font-weight: 400;">“Anggarannya sudah ada. Kami nanti adakan beauty contest kepada pihak ketiga yang akan mengelola itu,” tandasnya. (DZH/AZM)</span>
Discussion about this post