Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan harga BBM dan LPG 3 kg berisiko menekan kelompok masyarakat kelas bawah. Kata dia, kalau Pertalite dan LPG naik inflasi akan naik hingga 5 persen. Kalau sudah begini, daya beli masyarakat akan langsung anjlok.
“Pada akhirnya masyarakat akan mengurangi konsumsi barang lain seperti menunda pembelian barang elektronik, otomotif, pakaian jadi dan kebutuhan lain,” kata Bhima, kemarin.
Ketua Pusat Studi Ekonomi Politik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai, pemerintah sebenarnya masih punya pilihan lain selain menaikkan harga BBM, listrik, dan LPG 3 Kg.
Kata dia, konflik Rusia-Ukraina menyebabkan harga batu bara dan minyak sawit ikut melonjak sepanjang 2022. Hal itu membuat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari ekspor kedua komoditas meningkat tajam, sehingga terjadi windfall.
Dia memperkirakan, windfall PNBP dari kedua komoditas tersebut mencapai Rp 144-Rp 200 triliun pada tahun ini. Menurut dia, pendapatan tersebut cukup untuk mempertahankan harga Pertalite dan Solar di level saat ini, yaitu Rp 7.650 dan Rp 5.150. Bahkan, dana sebesar itu cukup untuk menjaga harga LPG 3 Kg dan tarif listrik.
Dengan ruang fiskal di APBN yang cukup dapat menahan kenaikan tarif listrik, BBM, dan LPG 3 Kg. Kondisinya akan berbeda jika PNBP diprioritaskan untuk pembayaran utang.
“Bila hal tersebut ditempuh, artinya pemerintah salah prioritas, bukannya rakyat menikmati windfall profit dari kekayaan negerinya, malah yang menikmati negara debitur,” kata Achmad, kemarin. [BCG]
Discussion about this post