Biden mengumumkan, negaranya melarang semua impor minyak, gas alam, dan energi dari Rusia. Biden menggambarkan langkah itu sebagai upaya menargetkan arteri utama ekonomi Rusia. Pengumuman itu berdampak pada terguncangnya harga minyak dunia yang sudah cukup tinggi. Bahkan, sebelum jatuhnya sanksi dari AS.
Sebelum rencana itu diumumkan, harga minyak mentah Brent menyentuh harga 139,12 dolar AS per barel, sedikit lagi mendekati harga tertingginya pada 2008. Sementara, West Texas Intermediate ditutup di harga 130,50 dolar AS. Harga minyak telah melonjak lebih dari 30 persen sejak perang Rusia Ukraina. Ini karena Rusia merupakan salah satu produsen minyak mentah dunia.
Berdasarkan data dari British Petroleum (BP) Statistical Review of World Energy 2021, Rusia memproduksi 10,667 juta barel per hari atau setara 12,6 persen produksi global. Jumlah ini tak jauh di bawah Amerika Serikat (16,476 juta barel per hari) dan di atas produksi Arab Saudi yang sebesar11,039 juta barel per hari.
Sejumlah negara sangat bergantung pada minyak dan gas Rusia. Negara Uni Eropa adalah importir migas Rusia. Sekitar 40 persen dari total konsumsi gas Eropa dipasok Rusia. Jerman, misalnya, mengimpor 55 persen gas alam, 35 persen minyak bumi, dan 50 persen batubara dari Rusia.
Akibatnya, anggota Uni Eropa akhirnya satu per satu mencari kerja sama dengan negara Timur Tengah terkait pasokan migas. Jerman segera menjajaki kerja sama dengan Qatar dan Uni Emirat Arab (UEA). Inggris juga berupaya mengamankan minyak di UEA dan Arab Saudi, meskipun gagal. [MEL/RM.ID]
Discussion about this post