Tim koneksitas Jaksa Agung Muda Pidana Militer Kejaksaan Agung menangkap buronan kasus korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan (TWP) TNI Angkatan Darat 2013-2020.
PELARIAN tersangka KGS, Direktur PT Artha Multi Niaga berakhir di salah satu hotel di Bandung. Di tempat itu ia diringkus.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan, sebelum ditangkap tersangka telah beberapa dipanggil untuk menjalani pemeriksaan. Namun selalu mangkir. “KGS ditetapkan tersangka sejak 23 Februari 2022,” katanya.
Menyadari dirinya diburu tim koneksitas tersangka beberapa kali berpindah tempat persembunyian. Tim koneksitas menyatroni tempat yang diduga jadi persembunyian tersangka. Namun yang dicari telah menghilang.
Keberadaan tersangka akhirnya terendus. Lantaran berani mendatangi Ibu Kota.
E-Paper BANPOS Terbaru
“Jadi penyidik yang menemukan jejaknya terus membuntuti tersangka dari Jakarta, hingga akhirnya bisa ditangkap Selasa (15/3) malam di wilayah Bandung,” kata Sumedana.
Usai ditangkap, tersangka kembali digiring ke Ibu Kota. Untuk menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung. Selanjutnya tersangka dijebloskan ke rutan Kejagung.
Dalam kasus ini, KGS berperan sebagai rekanan TWP TNI AD dalam pengadaan perumahan prajuritnya. KGS yang menyediakan lahan perumahan di wilayah Nagreg, Jawa Barat dan Gandus, Palembang.
Dijanjikan lahan di Nagrek, Jawa Barat seluas 40 hektar. Lahan itu dibebaskan dengan anggaran Rp 32 miliar. Namun realisasinya lahan yang dibebaskan hanya 17,8 hektar.
Untuk perumahan prajurit di Gandus juga dijanjikan seluas 40 hektar. TWP mengucurkan dana Rp 41,8 miliar untuk pembebasan lahan. Namun tidak ada yang terealisasi. “Proyek pengadaan lahan di Palembang seluruhnya fiktif,” kata Sumedana.
Perbuatan tersangka dianggap menimbulkan kerugian keuangan negara yang cukup signifikan. Merujuk hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) jumlahnya Rp 51 miliar. KGS untuk dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi.
Sebelumnya, tim koneksitas telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Yakni Brigadir Jenderal YAK dan Direktur Utama Griya Sari Harta berinisial NPP. Namun, menurut Sumedana, perkara yang menjerat KGS berbeda dengan Brigjen YAK dan NPP.