Sementara Kabid Humas Polda Banten, Kombes Shinto Silitonga, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp belum kunjung membalas.
Untuk diketahui, dilaksanakannya gelar perkara khusus oleh Polda Banten atas penghentian penyidikan kasus pemerkosaan disabilitas asal Kasemen, lantaran banyaknya protes yang dilakukan oleh masyarakat dan rekomendasi yang diberikan oleh Kompolnas.
Juru bicara Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan bahwa Kompolnas akan melakukan klarifikasi terhadap perkara tersebut. Ia pun meminta agar segera dilakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang ditugaskan pada perkara itu.
“Kami merekomendasikan Wassidik dan Propam turun untuk memeriksa penyidik kasus tersebut,” ujar Poengky dalam rilis yang diterima.
Poengky menilai, kasus perkosaan bukan merupakan delik aduan. Sehingga meskipun pelapor bermaksud mencabut kasus, proses pidananya tetap harus berjalan. Selain itu, restorative justice pun tidak bisa dilakukan untuk kasus pemerkosaan.
“Alasan restorative justice itu untuk kasus-kasus pidana yang sifatnya ringan. Bukan kasus perkosaan, apalagi terhadap difabel yang wajib dilindungi. Dalam kasus ini, sensitivitas penyidik harus tinggi,” tegas Poengky.
Ia pun menyayangkan jika penyidik menghentikan penyidikan terhadap dua pelaku dugaan perkosaan, dengan alasan laporan sudah dicabut. Ia menegaskan bahwa polisi memiliki tugas melakukan kontrol sosial dengan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan.
“Alasan pencabutan laporan karena adanya perdamaian dengan cara kesediaan pelaku untuk menikahi korban yang telah hamil 6 bulan juga perlu dikritisi, mengingat pelaku sebelumnya telah tega memerkosa korban. Sehingga aneh jika kemudian menikahkan pelaku pemerkosaan dengan korban,” tuturnya.
(MUF/ENK)
Discussion about this post