“Diasap itu bilamana positif itu benar-benar DBD. Lalu petugas kami akan melakukan surveilans untuk mengecek apakah benar ada jentik nyamuk. Maka dilakukan pengasapan. Namun ada yang lebih murah, yaitu PSN,” ungkapnya.
Kendati demikian, ia mengakui bahwa pada Januari tahun ini, kasus warga terkena DBD lebih banyak dibandingkan Januari tahun lalu. “Januari tahun lalu dengan Januari tahun sekarang, lebih banyak tahun ini,” jelasnya.
Namun Hasanudin pada akhirnya mengklarifikasi,menurutnya, jika memang terjadi kasus demam berdarah, warga bisa langsung menghubungi Puskesmas setempat untuk melakukan fogging.
“Kalau memang positif, berarti kan sudah dirawat. Ada buktinya juga. Langsung saja itu ke Puskesmas setempat, sampaikan bahwa si anu tinggal di anu, positif DBD. Nanti orang Puskesmas akan datang ke lokasinya,” ujar Hasan melalui sambungan telepon.
Menurutnya, nanti pihak Puskesmas akan melakukan pengecekan tempat, dan melakukan fogging. Sementara pada pernyataan sebelumnya, itu apabila belum ada bukti bahwa terdapat warga yang positif DBD.
“Jadi kalau tidak DBD, maka tidak difogging. Namun kalau positif, maka akan di fogging. Karena kan yang membuktikan itu benar DBD, yang menentukan kan petugas kesehatan,” terangnya.
Ia menuturkan, apabila fogging dilakukan tanpa ada bukti bahwa terjadi kasus positif demam berdarah, dikhawatirkan nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus demam berdarah, malah resisten terhadap fogging. “Kalau bukan, takutnya nanti malah resisten,” tandasnya.
Presidium Gerakan Pemuda Kota Serang, Ahmad Fauzan, mengecam pernyataan Kepala Dinkes Kota Serang yang enggan melakukan fogging di saat maraknya kasus DBD, dengan alasan biaya mahal.
“Seharusnya Kepala Dinkes tidak mengatakan hal tersebut. Ini perkara nyawa warga Kota Serang. Alasan biaya mahal pun tidak logis mengingat anggaran perjalanan dinas Pemkot Serang saja bisa mencapai Rp81 miliar,” ujarnya.
Ia pun mendesak agar Walikota Serang mengevaluasi Kepala Dinkes Kota Serang, agar kinerja pelayanan kesehatan bagi warga Kota Serang tidak terganggu akibat ketidakcakapan pejabat yang memimpin OPD pelayanan dasar tersebut.
Discussion about this post