“Mengecam dan menuntut permohonan maaf dari Gubernur Banten, Wahidin Halim, kepada kaum buruh dan rakyat di Banten atas tindakan arogan, brutal, anti demokrasi dan anti kepentingan Rakyat yang dilakukannya,” tegas Wahid.
Sementara, sejumlah mahasiswa yang mengklaim diri sebagai Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEMNus) Banten, membela Gubernur Banten atas tindakan pembajakan ruang kerja yang dilakukan oleh massa aksi buruh. BEMNus menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh para buruh telah merusak marwah Pemprov Banten dan Gubernur, dengan menduduki dan membajak ruang kerja orang nomor satu di Banten itu. Bahkan, BEMNus mendesak agar para buruh yang membajak ruang kerja Gubernur, agar segera ditangkap.
Sikap dari BEMNus pun menuai berbagai kecaman dari kalangan mahasiswa. Pernyataan sikap BEMNus dituding telah mencederai marwah gerakan mahasiswa, dengan sengaja bermain mata dengan pemerintah di tengah riuh perjuangan buruh.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jendral (Sekjend) Serikat Mahasiswa Sosialis Demokratik (SWOT) Cabang Serang, Juni Akbar Alfirman. Ia mengatakan bahwa BEMNus lebih memilih untuk membela Wahidin Halim, ketimbang membela buruh.
“Klaim perwakilan mahasiswa tapi kok melindungi marwah penguasa yang jelas-jelas sudah menghina kaum buruh, yang sampai saat ini (buruh) sudah menjadi motor pergerakan,” ujarnya dalam rilis yang diterima, Sabtu (25/12).
E-Paper BANPOS Terbaru
Firman mengaku aneh dengan sikap yang disampaikan oleh BEMNus, yang mengatakan bahwa aksi buruh pada Rabu lalu telah menghilangkan marwah Pemprov, khususnya Gubernur Banten. Padahal menurutnya, Gubernur Banten sendiri yang menghilangkan marwah Pemprov, dengan melecehkan buruh.
“Gak nampak batang hidungnya ketika Gubernur mengeluarkan statement yang jelas-jelas melukai hati buruh, eh malah pas nongol ada di ketek penguasa. Ini yang malah menghina marwah pergerakan, yang seharusnya mereka ikut berjibaku dengan buruh menuntut keadilan,” tegasnya.
Menurut Firman, apa yang dilakukan oleh para buruh dengan masuk ke dalam ruang kerja Gubernur, merupakan bentuk akumulasi kekecewaan rakyat pada pemimpinnya.