“Namun dalam beberapa kasus ini hanya penindakan pada pihak yang disuap saja, pihak yang menyuap tidak ditindak. Padahal UU Tipikor mengamanatkan agar ditindak dan tegas juga untuk pihak-pihak yang terlibat tersebut,” ungkapnya.
Menurutnya, kasus suap yang terjadi di Kota Cilegon maupun kasus suap yang terjadi di Kota Serang berakhir hanya pada pidana umum, sangat disayangkan. Namun lebih mirisnya lagi, Rizki menuturkan bahwa yang diproses hukum hanya pihak penerima suap, padahal pemberi suap sudah jelas keberadaan dan keterlibatannya.
“Kami sangat menyayangkan adanya dua kasus tindakan korupsi mengenai dugaan suap izin pengelolaan lahan parkiran di Kota Cilegon yang menyeret pejabat setempat atas nama Inisial UDA dan pengadaan proyek atau SPK Bodong di Kota Serang menyeret atas nama inisial AM. Perlunya perhatian bersama agar kasus korupsi ditegakan untuk pemberi suap dan penerima surat serta perantara suap,” tegasnya.
Pihaknya pun mendorong kepada pihak Kepolisian dan Kejaksaan, agar dilakukan pemeriksaan secara utuh dan penegakan yang menyeluruh bagi pelaku tindak pidana korupsi di Banten, khususnya dua kasus tersebut yang perlu diperjelas, agar tidak ada tebang pilih penindakannya.
“Padahal aturannya sudah jelas menurut, Pasal 2 Undang-undang nomor 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap menyatakan, barang siapa yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp15 juta,” tandasnya.(DZH/PBN)
Discussion about this post