JAKARTA, BANPOS – Pemerintah telah membuat aturan baru bagi pengguna transportasi darat yang mana selain harus menunjukan vaksin minimal dosis pertama tapi juga menggunakan hasil negatif tes PCR atau Antigen bagi perjalanan sejauh 250 km atau perjalanan selama 4 jam.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, terdapat keanehan dalam tataran implementasi kebijakan tersebut. Bahkan, menurutnya hanya bagus di atas kertas saja dan nuansa bisnisnya makin kentara.
“Wacana kebijakan wajib tes antigen bagi pengguna ranmor pribadi, hanya bagus di atas kertas saja. Tapi pada tataran implementasi kebijakan tersebut menggelikan dan mengada-ada. Nuansa bisnisnya makin kentara,” kata Tulus Abadi kepada JawaPos.com, Senin (1/11).
Tulus mengungkapkan, wajib antigen bagi penumpang bus juga dianggap kebijakan yang aneh. Sebab, harga tes antigen cenderung lebih mahal dari ongkosnya tarif bis. “Masak tarif antigennya lebih mahal dari pada tarif busnya,” tuturnya.
Tulus melanjutkan, pengawasan di lapangan juga sangat sulit. Sebab akan berpotensi membuat chaos lalu lintas, khususnya utk pengguna kendaraan motor pribadi. “Akibatnya malah menimbulkan kerumunan,” ucapnya.
Dengan demikian, Tulus meminta pemerintah mempertimbangkan kembali terkait aturan perjalanan atau mobilitas transportasi. “Jadi pemerintah tidak boleh main patgulipat dong. Setelah wajib PCR bagi pesawat diprotes kanan kiri dan kemudian direduksi menjadi wajib antigen. Sekarang antigen mau mewajibkan untuk ranmor pribadi. Ini namanya absurd policy,” ungkapnya.
Bahkan, pemerintah seharusnya menertibkan tarif PCR yg masih tinggi. Harga tarif tes PCR masih berbeda-beda dan memberatkan masyarakat.
Sebab, menurut laporan konsumen, sebuah laboratorium di Solo menerapkan tarif sebesar Rp600 ribu untuk hasil 1×24 jam. “Atau pihak lab menggunakan jurus same day atau istilah PCR express agar tarifnya lebih mahal. Saya barusan tes PCR dg kategori same day tarifnya Rp650.000,” pungkasnya.
Terpisah, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, mengklarifikasi isu soal dugaan Luhut cawe-cawe bisnis tes PCR, sejak awal pandemi Covid-19. Melalui PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Discussion about this post