“Belanja hibah ini tercantum dalam RKA PPKD dan DPA PPKD. Bentuknya adalah hibah uang. BPKAD selaku PPKD itu hanya menampung, tidak melakukan pengelolaan. Menampung seluruh dana channeling dari seluruh OPD, nanti OPD yang mengusulkan kepada BPKAD. Jadi secara formil dan materil BPKAD tidak bertanggungjawab terhadap usulan tersebut,” terangnya.
Ketua Majelis Hakim yakni Slamet Widodo, menanyakan kepada Rina apakah pihaknya melakukan verifikasi terhadap para penerima hibah. Namun Rina mengatakan, pihaknya hanya melakukan verifikasi atas administrasi usulan pencairan hibah, yang disampaikan oleh OPD terkait.
“BPKAD dalam hal ini hanya melakukan verifikasi terhadap kelengkapan berkas administrasi saja. Kami juga menyalurkan anggaran sesuai dengan usulan pencairan dari OPD terkait, dalam hal ini Biro Kesra,” ucapnya.
Adapun dalam pencairan hibah, Rina menuturkan terdapat beberapa administrasi yang harus dipenuhi oleh OPD yang mengusulkan. Administrasi tersebut yakni usulan pencairan, kwitansi bermaterai, KTP penerina hibah, naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) yang ditandatangani oleh pemerintah dan penerima hibah, pakta integritas, fotocopy rekening bank penerima hibah dan fotocopy hasil verifikasi penganggaran.
“Nah kami hanya melakukan verifikasi terhadap administrasi tersebut, sedangkan keabsahan daripada penerima hibah, itu bukan tanggungjawab kami. Dari hasil verifikasi kami, memang tidak semua memenuhi. Dari 3.926, hanya 3.626 saja yang memenuhi syarat, sehingga realisasi anggaran dari Rp117 miliar hanya Rp109 miliar,” tuturnya.
Sedangkan untuk pertanggungjawaban, Rina mengaku bahwa tidak ada kewajiban bagi penerima hibah untuk memberikan pertanggungjawaban penggunaan hibah kepada pihaknya.
“Penerima hibah tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan penggunaan anggaran kepada BPKAD. Namun penerima hibah memiliki kewajiban untuk melaporkan penggunaan anggaran kepada Biro Kesra,” tandasnya. (DZH/ENK)
Discussion about this post