SERANG, BANPOS – Kabupaten Serang memasuki usia ke-495 bertepatan tanggal 8 Oktober 2021. Tidak menutup mata, indikator kemajuan Kabupaten Serang dari berbagai sektor belum mencapai target, bahkan cenderung menurun.
Berdasarkan data yang dimiliki BANPOS, jumlah penduduk Kabupaten Serang didominasi oleh penduduk usia muda. Hal itu menunjukkan tingkat kelahiran cukup tinggi.
Disamping itu, berdasarkan data BPS tahun 2021, garis kemiskinan di Kabupaten Serang selalu meningkat setiap tahun. Sebelumnya, penduduk miskin terus mengalami penurunan hingga tahun 2019, namun pada tahun 2020 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin. Demikian pula dengan persentase penduduk miskin yang meningkat pada tahun 2020.
Saat penetapan Raperda RPJMD Kabupaten Serang tahun 2021-2026 menjadi Perda, disebutkan ada 11 isu strategis Kabupaten Serang. Diantaranya yaitu kualitas pelayanan pendidikan bagi masyarakat , kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat, pengembangan infrastruktur dasar daerah, percepatan penanggulangan kemiskinan.
Penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik, pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan berbasis sumber daya ekonomi lokal. Kemudian ketentraman, keamanan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Pemerataan pembangunan antar wilayah kecamatan. Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kemampuan fiskal daerah untuk pendanaan pembangunan kualitas lingkungan permukiman dan perumahan.
Dengan misi yang dibawah oleh Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah, dan Wakil Bupati, Pandji Tirtayasa yaitu terwujudnya Kabupaten Serang yang semakin maju, sejahtera, berkeadilan dan agamis, Disebutkan pula
permasalahan utama daerah Kabupaten Serang, diantaranya yaitu tingkat pendidikan masyarakat masih rendah, taraf kesehatan masyarakat masih rendah.
Persoalan lainnya yaitu program perlindungan sosial bagi masyarakat belum optimal, ketersediaan infrastruktur dasar bagi masyarakat belum merata. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di daerah belum dirasakan secara merata pada setiap lapisan, dan penerapan tata kelola pemerintahan yang profesional, amanah, bersih, secara akuntabel dan transparan belum berjalan optimal.
Sekretaris Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Serang, Muhammad Izqi Kahfi, mengatakan bahwa berdasarkan data dari BPS, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Serang 2016-2020 cenderung fluktuatif dengan rata-rata mencapai 3,75 persen per tahun. Meskipun laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Serang tahun 2020 negatif, namun masih lebih tinggi dibanding Provinsi Banten maupun Nasional.
“Pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha, tertinggi dari sektor informasi dan komunikasi yaitu sebesar 8,98 persen. Tiga sektor dengan pertumbuahan terendah yakni sektor-sektor pengadaan listrik dan gas, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, serta industri pengolahan,” jelasnya.
Ia mengkritisi belanja modal Kabupaten Serang rata-rata hanya mencapai 14,75 persen saja. Ia menyebut, belanja Pemkab Serang hanya untuk operasional. “Sedangkan belanja modal tidak berpihak terhadap rakyat, sehingga kematian ibu dan bayi masih tertinggi (di Provinsi Banten),” ucapnya.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Serang tahun 2021, PDRB per kapita Kabupaten Serang tahun 2020 mengalami penurunan. Namun tahun 2016-2019 selalu meningkat setiap tahun, baik itu dengan perhitungan nilai PDRB ADHB maupun ADHK.
“IPM Kabupaten Serang selama enam tahun terakhir mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan nilai IPM dibawah 70, maka IPM kabupaten Serang masih tergolong sedang,” terangnya.
BPS juga merilis rata-rata lama sekolah (RLS) Kabupaten Serang mengalami tren positif selama periode 2015-2020. RLS Kabupaten Serang sebesar 7,5 tahun pada tahun 2020 menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan yang telah ditempuh oleh penduduk di Kabupaten Serang baru mencapai kelas satu SMP.
“Angka harapan lama sekolah (HLS) Kabupaten Serang selama periode 2015-2020 juga selalu mengalami peningkatan setiap tahun. Bahkan, meningkat cukup signifikan pada tahun 2020 dan HLS di Kabupaten Serang cenderung masih jauh di bawah HLS ideal yaitu sebesar 18 tahun,” jelasnya.
Izqi menyebut, meskipun angka harapan hidup (AHH) Kabupaten Serang selalu meningkat setiap tahun, namun AHH Kabupaten Serang menempati posisi terendah dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Banten. Fakta selanjutnya yaitu bahwa AHH Kabupaten Serang masih dibawah AHH Provinsi Banten.
“Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Serang selama tahun 2016-2020, Kabupaten Serang masih berada di bawah TPAK Provinsi maupun Nasional. Walaupun demikian, selisih TPAK dari tahun ke tahun semakin mengecil, dan cenderung meningkat dibandingkan awal periode,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) selama tahun 2017-2020, Kabupaten Serang berada di atas TPT di Provinsi Banten dan Nasional. Rata-rata TPT Kabupaten Serang setiap tahunnya mencapai 12,11 persen.
“Bappenas merilis bahwa perkembangan Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif (IPEI) Kabupaten Serang dalam kurun waktu tahun 2015-2019 menunjukkan nilai yang terus meningkat selama 2015-2019. Berdasarkan pilar, maka pilar 3 mengenai perluasan akses dan kesempatan masih rendah nilainya dibandingkan dengan pilar lain,” tandasnya.
Terpisah, Divisi Pemberdayaan Masyarakat pada Pattiro Banten, M Taufiq Sholehudin, mengatakan bahwa di hari jadinya, Kabupaten Serang meninggalkan sejumlah catatan penting, terutama mengenai tata kelola pemerintahan dan tata kelola keuangannya. Hal ini berdasarkan hasil penelusuran laporan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tertuan dalam Laporan Hasi Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LHP LKPD).
“Dari hasil penelusuran dokumen laporan tersebut setidaknya terdapat beberapa temuan penting, khususnya mengenai kurangnya monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan anggaran, hingga pada ketidaksesuaian pelaksanaan pembangunan dengan kontrak yang disepakati,” ujarnya.
Akibat dari lemahnya pengawasan dan evaluasi terhadap pengelolaan anggaran, kesalahan tersebut cenderung berulang seperti yang terjadi pada Dinas Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat. Berdasarkan hasil penelusuran dokumen LHP LKPD 2017 sampai dengan 2020 setidaknya terdapat empat temuan dengan kasus yang cenderung sama.
Seperti pada temuan di tahun 2017 yang menyangkut Dinas PUPR mengenai kekurangan volume dan mutu beton atas paket pekerjaan peningkatan jalan dengan nilai Rp235.235.219,42. Dan kasus ini terulang kembali di tahun 2019 dan 2020. Di tahun 2019 terdapat ketidaksesuaian spesifik kontrak dalam pelaksanaan 18 paket pekerjaan peningkatan jalan yang menelan nilai Rp701.694.249,69 dan di tahun 2020 terdapat ketidak sesuaian spesifik kontrak pada pelaksanaan tujuh paket pekerjaan peningkatan jalan dengan nilai Rp108.559.703,23.
Selain itu, hal tersebut pun juga terjadi dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan gedung Instalasi Bedah Sentral Tahap II RSUD dr. Drajat Prawiranegara yang dinilai tidak terdapat volume pekerjaan terpasang yang tidak sesuai dengan spesifik kontrak. Akibatnya, RSUD mengalami kelebihan bayar Belanja Gedung sebesar Rp144.058.644,74.
“Selain masalah mengenai ketidaksesuaian nilai kontrak dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan, masalah lain yang turut menjadi sorotan ialah soal perjalanan dinas pegawai daerah yang dinilai berpotensi tidak efisien dan boros, serta tidak dapat dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Berdasarkan hasil penelusuran dokumen LHP LKPD tahun 2019 dan 2020, terdapat dua temuan mengenai bukti belanja pegawai daerah yang dinilai tidak dapat dipertanggungjawabkan. Seperti pada catatan perjalanan dinas 2019 yang dilakukan oleh Bappeda, Bapenda, Dinas PKPTB dan Dinas Kesehatan.
Dalam catatan tersebut bukti pertanggungjawaban biaya transportasi berupa nota pembelian BBM senilai Rp51.310.000,00 yang tidak dapat diyakini kebenarannya. Sedangkan di tahun 2020 terdapat catatan mengenai bukti pembayaran Belanja Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Sekretariat Daerah tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang sah senilai Rp205.260.000,00.
“Selain dalam pembelanjaan Bahan Bakar Minyak, dugaan kebocoran anggaran akibat kelebihan bayar juga terjadi dalam belanja perjalanan dinas lainnya,” terangnya.
Di dalam catatan temuan LHP LKPD tahun 2020, terdapat kelebihan bayar yang dilakukan oleh Sekretariat Daerah dan Sekretaris DPRD dalam pembelanjaan Perjalanan Dinas tersebut. Akibatnya, dari kejadian tersebut kerugian yang harus ditanggung yakni sebesar Rp190.869.200.
“Dari serangkain catatan hasil pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan belanja daerah Kabupaten Serang, hal yang dapat menjadi fokus bersama yakni soal pengawasan dan evaluasi Pemkab mengenai tata kelola internal. Karena akibat dari sistem monitoring dan evaluasi yang dinilai lemah, berdampak pada kejadian yang berulang,” ujarnya.
Selain diperlukannya pengetatan sistem monitoring dan evaluasi, juga perlu didorong dengan komitmen yang serius dari pemerintah daerah atas tindak lanjut penyelesaian berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh BPK. Karena, jika tidak seperti maka kesalahan yang pernah terjadi akan berulang.
“Hal tersebut dapat dilihat dari cerminan LHP LKPD dimana beberapa rekomendasi yang diberikan oleh BPK hampir tidak dipenuhi seluruhnya,” tandasnya.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Serang, Suja’i A Sayuti, mengakui saat ini terjadi tren peningkatan kemiskinan dan angka kematian ibu dan bayi. Hal itu dikarenakan pandemi Covid-19 yang membuat target yang sudah dicanangkan tidak tercapai.
“Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya posisi Pemda dengan situasi ada Covid-19. Bukan hanya terjadi di kabupaten Serang, kalau tidak ada korona, target kita kemarin tidak ada korona, tingkat pendidikan diatas SMP dan SMA,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan, adanya wabah Covid-19 membuat tingkat kemiskinan dan kematian semakin tinggi. Sehingga kesejahteraan masyarakat pun akhirnya semakin menurun.
“Tingkat pendidikan juga saya mempertanyakan, apalagi yang lulusan sekolah Covid-19, masalah kemampuan dan kualitas sebelum masa-masa korona ini,” tuturnya.
Politisi Gerindra ini menyebut tidak sepenuhnya menyalahkan pemerintah, akan tetapi upaya pemerintah berkewajiban untuk menyejahterakan dan menaikkan indeks pendapatan masyarakat. Selain itu juga upaya pemerintah wajib untuk memperbaiki kualitas pendidikan masyarakat, terutama tingkat pendidikan yang seharusnya bisa diatas SMP, minimal SMA.
“Karena kondisi seperti ini juga perlu untuk bersama-sama dengan semua pihak memperbaiki kondisi ini. Agar tercapai semua target yang sudah ditetapkan,” tuturnya.
Untuk kematian ibu dan bayi, Suja’i menyebut bahwa payung hukum sudah dibuat. Perda prakarsa komisi II sudah dilakukan, tinggal bagaimana pemerintah menjalankan dan mengalokasikan anggaran untuk keperluan dan kepentingan mensupport meminimalisir kematian ibu dan anak.
“Saya harap kedepan, APBD Kabupaten Serang bisa lebih tinggi dan lebih besar mengalokasikan untuk kesehatan. Karena berdasarkan undang-undang, untuk pendidikan dan kesehatan dislokasikan anggaran hingga 20 persen, tapi yang kami sesalkan sekarang, Kabupaten Serang belum bisa mengalokasikan hal tersebut, padahal itu standar perundang-undangan, alasannya anggaran tidak tercukupi,” tandasnya.(MUF/ENK)
Discussion about this post