Terpisah, akademisi Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa, Iron Fajrul Aslami, mengatakan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) adalah bagian dari suatu proses untuk menguji secara administratif pekerjaan dari Penyidik Kepolisian dan Penuntut Umum dari Kejaksaan yang bekerja berdasarkan UU, baik KUHAP maupun UU terkait yang didakwakan.
“Pengujian hanya berupa tertib administrasinya Penyidik dalam proses Penyidikan dan Penuntutan dalam melakukan koordinasi Penyidikan hingga terdaftar Surat Perkaranya ke Pengadilan,” ujarnya.
Iron menjelaskan bahwa praperadilan bisa saja dilakukan oleh tersangka setelah adanya penetapan tersangka karena dianggap oleh penyidik telah terdapat minimal dua alat bukti yang kuat dan bisa dilakukan penahanan.
“Kemudian pihak tersangka melakukan upaya praperadilan. Dalam Hukum Acara Pidana saat ini, belum diatur secara formal, Penyidik Kepolisian dan Kejaksaan tidak tertulis harus dan wajib hadir saat sidang praperadilan. Karena sifatnya Administratif,” terangnya.
Menurutnya, jika ketidakhadiran Kejati Banten dalam beberapa sidang merupakan tindakan yang disengaja, Iron mengaku bahwa hal tersebut merupakan hal yang tidak melawan hukum. Namun tetap, itu menjadi dilema atas urgensinya pelaksanaan praperadilan.
E-Paper BANPOS Terbaru
“Memang menjadi dilema urgensi adanya praperadilan bila para Pelaksana UU Pidana tidak memenuhi panggilan pengadilan. Namun dalih bahwa surat perkara sudah didaftarkan ke pengadilan untuk tidak menghadiri praperadilan juga bisa dikatakan tidak melawan hukum yang ada,” jelasnya.
Sedangkan terkait dengan alasan adanya PPKM Darurat sehingga Kejati Banten tidak hadir dalam persidangan, pun tidak bisa disalahkan karena kondisi memaksa demikian. Akan tetapi, ketidakhadiran Kejati Banten dalam pengadilan dapat dinilai sebagai tindakan tidak menghormati persidangan yang digelar oleh pengadilan.
“Dalam proses praperadilan, tentunya setiap orang harus menghormati pengadilan. Maka pengunduran yang dilakukan oleh Kejaksaan hanya dapat dinilai oleh Hakim Pemeriksa Praperadilan untuk dapat menghadirkan para pihak. Kondisi PPKM dalam ranah hukum bisa dikatakan sebagai Force Majoer. Apabila hakim pemeriksa tidak mempermasalahkan, tentunya itu dianggap tidak menjadi permasalahan selama proses sidang praperadilan,” tegasnya.