“Ya kita sih mudah-mudahan industri yang ada di Cilegon ini bisa bersahabat baik dengan nelayan lah, dengan lingkungan, masyarakat pecinta lingkungan ya, yang dimanaa disitu ada pedagang, ada nelayan. Kketika dibangun sama industri, bagaimana supaya mereka itu tetap bisa beraktivitas, nah ternyata ini jadi role model baru nih, percontohan,” jelasnya.
Di kesempatan sama, dia mengungkapkan ada perhatian dewan terhadap nelayan di Tanjung Neneng, di kelurahan Kepuh, Ciwandan. Dia menilai, yang dilakukan oleh perusahaan di wilayah tersebut, kurang selaras dengan kepentingan warga di sekitarnya. Dewan berharap, ada perubahan konsep pembangunan lebih memperhatikan lingkungan din sana.
Sementara itu, Ida Rosida Lutfi di kesempatan berbeda menekankan, bahwa industri di Banten memang harus memperhatikan nelayan. Ini pula yang menjadi fokus dalam pembahasan Perda RZWP3K.
Ida yang juga Ketua Pansus menegaskan, pembahasan Perda itu transparan dan melibatkan unsur masyarakat, termasuk kalangan nelayan. Pansus bahkan telah turun langsung ke lapangan untuk mendengar pendapat dan memantau bagaimana peta yang ada.
Menanggapi kunjungan anggota DPRD Banten, kalangan nelayan mengaku senang. Mereka berharap, adanya kunjungan dari legislatif dan langsung di lapangan bisa menegaskan, apa yang terjadi sebenarnya. Jika pun ada kekurangan, para nelayan berharap bisa menjadi bahan evaluasi untuk selanjutnya disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Banten.
E-Paper BANPOS Terbaru
Ketua Nelayan Rukun Suralaya, Rebudin sependapat bahwa saat ini pangkalan nelayan sudah layak. Dia mengungkapkan, perhatian dari PLTU Jawa 9&10 sangat signifikan. Nelayan juga berharap pemerintah daerah memperhatikan mereka.
“Diharapkan pemerintah daerah bisa memberikan bantuan kepada pada para nelayan terutama, bantuan kapal,” katanya.
Dijelaskan Rebudin, bahwa dengan adanya pembangunan pembangkit listrik tersebut, berdampak positif bagi lingkungan sekitar. Selain telah dibangun pengkalan nelayan, maka mega proyek tersebut akan menyerap tenaga kerja.