Studi terhadap kegiatan urban farming berbasis pekarangan yang dikembangkan kaum wanita yang tergabung pada Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kecamatan Ciruas, Baros dan Keramatwatu menunjukan bahwa sebanyak 82,86% pengurus dan anggota KWT yang berpartisipati aktif mengelola kebun pekarangan didorong karena ingin meningkatkan pendapatan dan pada musim pandemi ini sebanyak 68,57% termotivasi karena ingin berolahraga, berekreasi untuk menghilangkan kebosanan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Fauzy et al, (2018) yang menyatakan bahwa urban farming yang dikembangkan warga kota selain memberikan kontribusi terhadap kebutuhan logistic pangan, kesehatan juga kenyamanan lingkungan dan nilai estetika karena memiliki nilai seni dan memiliki daya tarik tertentu antara lain berolahraga, berekreasi untuk menghilangkan kebosanan.
Namun demikian dari segi pendapatan sebanyak 68,57% menyatakan bahwa hasil bertani di pekarangan rumah belum menjadi andalan pendapatan keluarga. Pendapatan keluarganya berasal dari luar usaha tani yaitu dari pendapatan suami yang bekerja di sektor formal maupun informal (91,42%). Hanya saja jika sewaktu-waktu suaminya terkena PHK maka sebanyak 45,71% menyatakan bahwa produk olahan memiliki prospek yang baik untuk menjadi andalan pendapatan keluarga. Dengan demikian pengembangan produk pertanian dari pekarangan dan dari jenis kegiatan urban farming lainnya perlu melangkah dari produk segar ke produk olahan.
Terkait ini, dukungan teknologi, finansial dan pasar dari pemerintah, swasta maupun perguruan tinggi diperlukan agar produk-produk olahan dari KWT dan kegiatan urban farming dapat berkembang dengan baik.
Kegiatan urban farming yang berorientasi pasar dan dikelola secara pribadi beserta komunitasnya adalah apa yang telah dilakukan oleh Farm Hydro (FH) di Kota Serang.
FH selain menyelenggarakan pelatihan hydroponic bagi pemula bersama komunitasnya telah berhasil mensuplai kebutuhan sayuran segar ke pasar-pasar retail modern di Kota Serang, Kota Cilegon dan Tangerang.
Discussion about this post