Dua perspektif tersebut diatas seyogyanya dapat direfleksi guna memperkaya aktualisasi Democratic Policing. Artinya, Proporsi nilai demokratis tidak di interpretasikan pada pengayaan Institusional Polri sebagai fungsi penegakan hukum semata, Tidak pula mengakuisisi peran kepolisian pada banyak sektor, praktik tersebut jelas bertentangan dengan prinsip reformasi polri yang mengurai paradigma superioritas institusi ABRI pada banyak aspek. Namun lebih kepada pengamalan institusi yang menjembatani Demokratisasi untuk seluruh elemen sipil dalam mencapai keadilan.
Merubah Regulasi Pengendalian Massa
Penerapan Democratic Policing tercermin dari terjaganya nilai-nilai HAM , termasuk pada proses pengendalian massa. Dengan demikian, pada domain pengendalian massa diperlukan pendekatan transformatif, yang bertumpu pada keberpihakan atas hak-hak sipil secara utuh.
Secara kultural, pengamalan Democratic Policing mesti keluar dari bayangan superioritas institusional yang justru mempengaruhi pola pemolisian personal polri. Maka perilaku demokratis personil Polri dalam fungsi-fungsi keamanan Nasional harus dinternalisasikan sejak dalam sistem pembinaan hingga pengawasan personil Polri.
Secara yuridis, pendekatan transformatif tersebut terwujud dengan perlunya Perubahan regulasi-regulasi pengendalian massa yang saat ini masih memberi ruang diskresi fungsional secara berlebihan. Sehingga pelanggaran HAM tak terelekkan dalam tiap aksi massa yang bercorak Deprivasi Relatif.
Menengok masa depan aksi massa, Situasi ekonomi politik indonesia saat ini membuka celah tingginya gelombang gerakan massa. Dengan demikian, urgensi pendekatan transformatif tersebut tersebut tidak semata mengupayakan Demonstrasi berjalan lancar dan damai, tapi situasi Keamanan dan Pertanahan negara stabil dari dampak kondisi ekonomi-politik Global.
Discussion about this post